Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menghadapi Orang yang Sulit

9 November 2017   22:24 Diperbarui: 9 November 2017   23:10 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apakah yang dimaksud dengan orang yang sulit?

Orang yang sulit adalah orang yang memiliki masalah dengan:

  1. pola pikirnya,
  2. cara merespon hal-hal di luar dirinya,
  3. cara dia berkomunikasi, dan
  4. relasinya dengan orang lain.

Seperti yang sudah kita ketahui bersama, manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak dapat hidup sendiri; ia harus menjadi bagian dari sebuah kelompok tertentu. Sebagai anggota kelompok, ia harus tunduk pada aturan kelompok dalam hal berkomunikasi, bertingkah laku, berpendapat, dan lain sebagainya. Sebagai anggota kelompok, ia harus menjalankan nilai-nilai yang dituntut oleh kelompoknya.

Sebagai contoh: seorang anak adalah anggota dari sebuah kelompok yang dinamakan keluarga. Setiap keluarga memiliki nilai-nilai, cara komunikasi, dan cara pandang tertentu dalam menjalani kehidupan. Jika keluarga itu menganut nilai bahwa cara berbicara yang baik adalah dengan cara berbisik-bisik, maka anak yang berbicara dengan cara berteriak-teriak akan dianggap melanggar nilai kelompoknya. Keluarga di mana anak itu berada akan berusaha untuk meluruskan perilaku si anak supaya sesuai dengan nilai-nilai yang sudah disepakati bersama sebagai kelompok.

Seseorang yang hidup di tengah kehidupan masyarakat akan tergabung dalam beberapa kelompok sekaligus selama hidupnya, entah itu keluarga, sekolah, tempat kerja, lingkungan tempat tinggal, organisasi, dan lain sebagainya. Dia akan menghadapi kompleksitas nilai-nilai, cara komunikasi, dan cara pandang yang bisa berbeda-beda antara semua kelompok di mana dia tergabung. Dia harus cerdik melihat situasi dan memutuskan perilaku seperti apa yang bisa atau tidak bisa diterima oleh kelompoknya, dan perilaku seperti apa yang lumrah diaplikasikan untuk menghadapi suatu situasi.

Orang yang sulit tidak memiliki kemampuan ini. Masalah utama yang dimiliki orang yang sulit adalah pola pikirnya. Orang yang sulit biasanya memiliki prinsip bahwa dia adalah pusat dari segala sesuatu. Jika dia dirugikan, dia akan mencari segala cara untuk mengganti kerugian itu dan mencari pihak lain yang bisa disalahkan karena merugikan dirinya. Jika dia merugikan orang lain, dia akan mencari segala cara supaya dirinya aman dari kerugian. Emosinya yang gampang tersulut ditambah pola pikir seperti ini akan mempengaruhi cara dia berkomunikasi dengan sekitarnya. 

Oleh karena tujuan utama orang yang sulit adalah tercapainya kepentingan diri sendiri, dia tidak akan segan memutar-balik fakta dalam komunikasinya dengan orang lain supaya dirinya aman, tidak disalahkan, dan tidak dirugikan. Dia tidak akan segan menyangkal atau membumbui cerita supaya terlihat bahwa dia adalah pihak yang tidak bersalah yang harus diselamatkan. Hasil dari cara berkomunikasi seperti ini sudah bisa ditebak. 

Orang yang sulit tidak akan memiliki relasi yang baik dengan orang lain di sekitarnya. Ketidakmampuannya untuk menempatkan diri di posisi orang lain dan mencoba melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain akan membuat hubungan sosialnya buruk karena dia akan dinilai sebagai orang yang tidak memiliki simpati/empati dan selalu mau menang sendiri. Dalam menghadapi suatu masalah, oang yang sulit tidak akan memikirkan solusi untuk kepentingan bersama; yang dia pikirkan adalah solusi yang paling menguntungkan dirinya sendiri.

Bagaimana menghadapi orang yang sulit?

Tanamkan dalam benak kita bahwa saat ini pepatah 'Yang waras, ngalah' sudah tidak tepat. Yang tepat adalah 'Yang waras harus mempertahankan kewarasannya'. Biarkan pepatah itu melekat di kepala kita bahwa kita tidak akan mengalah dalam menghadapi orang yang sulit. Salah satu penyebab orang yang sulit tidak mudah berubah adalah karena kelompok/lingkungan tempat dia bernaung cenderung mengalah, enggan menegur dan mengingatkan dia supaya dia berubah. Keengganan itu timbul mungkin karena orang yang sulit sudah terlalu bebal untuk berubah, atau mungkin karena kelompok/lingkungan sudah tidak mempedulikan dia lagi (fakta yang sebenarnya menyedihkan). Dalam menghadapi orang yang sulit tanamkan di benak kita bahwa masing-masing pihak harus tahu pendapat dan sudut pandang pihak yang lain supaya bisa mencapai solusi yang menguntungkan semua pihak. 

Orang yang sulit akan berbicara berbelit-belit, melantur, memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan, bahkan berbohong untuk menunjukkan bahwa dia adalah pihak yang selalu benar. Butuh kesabaran ekstra dari orang yang menghadapi orang yang sulit, tapi hal ini perlu dilakukan karena jika dibiarkan orang seperti ini lama-kelamaan akan menjadi duri dalam daging dalam kelompok.

Dalam menghadapi cara komunikasi yang cenderung serampangan dari orang yang sulit, ada baiknya orang yang waras menyiapkan hal berikut: rekaman percakapan dalam bentuk tulisan (isi chatting, SMS, dll.) dan lisan (rekaman percakapan telepon jika perlu). Hal ini bisa dipakai untuk membantah usaha orang yang sulit untuk memutar-balik fakta.

Melibatkan orang yang mempunyai kekuasaan atau disegani dalam kelompok juga akan membantu menyelesaikan permasalahan yang kita miliki dengan orang yang sulit. Intinya adalah mempertahankan kewarasan dan bisa dimulai dengan cara yang sangat sederhana seperti: 1) tarik nafas dalam-dalam, 2) hitung sampai sepuluh, 3) ingat baik-baik perkataan yang kita keluarkan/hal yang kita perbuat yang bisa sewaktu-waktu dipakai untuk menyerang kredibilitas kita, dan 4) siapkan perkataan/tindakan bantahan yang didukung fakta.

Menghadapi orang yang sulit memang tidak mudah tapi tidak mustahil dilakukan.

Kuatkan diri untuk menghadapi orang yang sulit hingga kita sadar kalau kesabaran kita sudah habis, hingga kita sampai di satu titik untuk mempertahankan diri kita sebagai orang yang waras, sedangkan pihak sana adalah orang yang sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun