Pluralisme hukum membutuhkan keragaman
pluralisme masyarakat dalam hal suku, budaya, ras, agama, kelas dan gender. Pluralisme hukum dipahami
Interaksi, saling mempengaruhi dan saling menerima antara sistem hukum pemerintahan yang berbeda, adat istiadat, agama dan adat istiadat lainnya dianggap sebagai hukum. Konsep pluralisme hukum menekankan bahwa masyarakat memiliki caranya sendiri dalam menilai keadilannya dan kebutuhannya untuk membentuk hubungan sosialnya. Pluralisme hukum merupakan ciri khas positivisme hukum dan sentralisme hukum. Pluralisme hukum mengasumsikan bahwa semua hukum adalah sama dan harus diterapkan dengan cara yang sama. Pandangan pluralis hukum dapat menjelaskan bagaimana undang-undang yang berbeda secara kolektif mengatur suatu kasus. Melalui perspektif ini dapat diamati bagaimana semua sistem hukum tersebut "berinteraksi" dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, dalam konteks mana seseorang memilih sistem hukum tertentu dan dalam konteks mana sistem hukum dan sistem hukum lainnya.
Karena pluralisme hukum, perhatian yang lebih besar harus diberikan pada batas yang jelas antara hukum negara dan non-negara. Pada kenyataannya, sistem hukum yang berbeda berinteraksi, sistem hukum ini bersaing satu sama lain dan pada saat yang sama beradaptasi satu sama lain. Peraturan perundang-undangan akan dikembangkan sesuai dengan itu
keragaman tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi dalam upaya mewujudkan kepastian hukum dan kepastian hukum, hukum dan hak asasi manusia, kesadaran hukum dan pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan dalam konteks. penyelenggaraan pemerintahan yang lebih sistematis, tertib, lancar dan berdaya saing global.
Di tengah masyarakat yang majemuk, penegakan hukum oleh hakim tentu tidak mudah. Di sisi lain, hakim bertanggung jawab untuk menciptakan kepastian hukum yang erat kaitannya dengan positivisme hukum. Pada saat yang sama, hakim juga harus menjunjung tinggi rasa keadilan masyarakat dengan putusannya. Di sini penulis melihat bahwa pluralisme hukum masyarakat Indonesia dapat menjadi tantangan sekaligus peluang bagi hakim TUN dalam proses penyelesaian sengketa.