Mohon tunggu...
Rihad Wiranto
Rihad Wiranto Mohon Tunggu... Penulis - Saya penulis buku dan penulis konten media online dan cetak, youtuber, dan bisnis online.

Saat ini menjadi penulis buku dan konten media baik online maupun cetak. Berpengalaman sebagai wartawan di beberapa media seperti Warta Ekonomi, Tempo, Gatra, Jurnal Nasional, dan Cek and Ricek.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bagaimana Link and Match Diterapkan di Pendidikan

15 November 2019   07:07 Diperbarui: 15 November 2019   07:08 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak sekolah menyeberang sungai (Kompas.com)

Istilah link and match sudah terkenal di dunia pendidikan. Secara sederhana, link and match merupakan konsep untuk menyelaraskan antara dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha. Dalam hal ini, link and match biasanya berhubungan dengan kesiapan lulusan universitas dengan kebutuhan industri.  

Tapi link and match sendiri juga terjadi di level bawah. Banyak contoh sekolah yang mampu menjalin kerjasama dengan dunia usaha sehingga lulusan mereka bisa terserap. Caranya, siswa dan guru melaksanakan magang di industri untuk praktik secara langsung di pabrik. Pihak industri kemudian membantu sekolah menyusun kurikulum yang tepat untuk siswa. Dengan perbaikan kurikulum, siswa memiliki keterampilan yang pas dengan kebutuhan perusahaan. 

Strategi tersebut dipraktekkan oleh  SMKN 6 Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Kisah ini mencuat ke permukaan karena kepala sekolahnya, Deden Suryana,  menjadi peserta terbaik ajang best practices tenaga kependidikan 2019. Lomba ini diselenggarakan Kemendikbud. 

Ia berhasil menggandeng  industri dalam proses pembelajaran. Sekolah bahkan telah  bekerjasama dengan 180 perusahaan di Batam. Bantuan yang diterima oleh SMKN 6 Batam melalui dana CSR perusahaan baik berupa fisik, beasiswa dan peralatan  mencapai Rp2,5 miliar. 

Lewat kerjasama ini, siswa dan guru diberi kesempatan magang di pabrik.  Siswa dan guru bisa mempelajari hal-hal baru yang tidak dipelajari di sekolah, terutama terkait keterampilan non-teknis (soft skill). 

Sebagai timbal baliknya, sekolah  menyelaraskan kurikulum berdasarkan usulan dari pengusaha. Dengan demikian, pengusaha bisa memperoleh calon tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan bisnisnya.

Link and match sebenarnya bisa diterapkan secara lebih luas. Bukan hanya sekolah dan dunia usaha tapi dunia pendidikan dengan  masyarakat dan lingkungan. Menurut saya, pendidikan harus sinkron dengan permasalahan di sekitar. Pendidikan harus mampu menelorkan solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat, baik di sektor bisnis maupun bukan. Ini berarti, konten pendidikan tidak harus seragam seratus persen di seluruh Indonesia.

Kita bisa membuat ilustrasi seperti ini. Apa sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat Papua pasti berbeda dengan Jawa. Itu berarti materi  pendidikan di Jawa dan Papua mestinya tidak sama. Materi muatan lokal  bukan hanya sebagai sampingan, seperti mempelajari tarian atau bahasa setempat supaya tidak punah. Materi lokal harus berisi konten utama yang berhubungan langsung dengan solusi atas masalah yang ada di sekitarnya. Konsep ini berlaku untuk seluruh jenjang pendidikan. Setiap siswa sejak dini harus peka terhadap masalah di sekitarnya dan berusaha menciptakan solusi berdasarkan mata pelajaran yang didapat di sekolah. 

Dengan konsep ini, dinas pendidikan di daerah tidak hanya meneruskan materi pendidikan dari pusat. Setiap daerah seharusnya berkreasi menciptakan materi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan setempat. Termasuk dalam proses pembelajaran yang disesuaikan dengan gaya hidup masyarakat setempat.

Saya ingin mengutarakan contoh  sederhana. Pada daerah yang sangat mengandalkan transportasi sungai, misalnya, peserta didik harus dikenalkan sejak dini tentang bagaimana mengembangkan perahu atau kapal yang sesuai dengan kondisi alam di sana. Saya membaca berita, seorang gubernur memberi bantuan kapal untuk memudahkan  siswa pergi ke sekolah. Tentu saja ini tindakan positif. Tapi kondisi ini mestinya memicu pendidik di sana untuk merumuskan sebuah konsep tentang konten pendidikan terkait transportasi sungai. Materinya harus dibuat untuk merangsang kepekaan siswa akan masalah yang ada dan tantangan untuk menghasilkan solusi atas masalah yang ada.

Pada level ini, sekolah tidak harus menciptakan perahu atau kapal. Untuk menciptakan kapal, diperlukan dana besar yang tidak mungkin ditanggung oleh sekolah atau komite sekolah. Untuk membuat kapal perlu kerjasama dengan pemda atau perusahaan di wilayah itu.

Saya ulangi lagi, tujuan dari link and match adalah  untuk menghubungkan konten pendidikan dengan solusi atas masalah yang ada di lingkunganya. Kembali kepada transportasi sungai, di sana banyak sekali konten-konten yang terkait, seperti seluk beluk sungai, teknik membuat mesin kapal, penerapan aplikasi tiket, pengadaan alat pengaman, sistem rute, dan banyak lagi. Pada siswa yang ada di wilayah dengan transportasi sungai sebagai andalan, mereka harus dirangsang untuk memahami masalah yang ada dan merumuskan solusinya melalui konten pembelajaran.

Secara umum, link and match ini bisa diberlakukan dari level PAUD hingga universitas. Tentu kontennya disesuaikan dengan level pendidikan masing-masing.  

Seorang Nadiem Makarim, Mendikbud, yang berasal dari dunia bisnis, pasti sangat akrab  dengan dua kata kunci yakni "masalah dan solusi". Seorang bisnisman menemukan ide bisnis dari   masalah  yang dihadapi masyarakat, lalu ia memberi solusinya. Dua kata kunci itu  merupakan rumus sakti yang selalu saya temui ketika mengikuti training bisnis beberapa kali. 

Kesimpulannya, pendidikan harus menyatu dengan lingkungan. Siswa harus dilatih sejak dini untuk mengamati masalah yang ada di sekitarnya, kemudian  mereka dirangsang mencari solusi. Konsep ini jauh lebih luas dibandingkan bersekolah untuk mendapatkan ijazah dalam rangka melamar ke perusahaan atau kantor.  

Sekian dulu dari saya, Rihad Wiranto 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun