Mohon tunggu...
Humaniora

Lomba Makan Kerupuk, Sang Penyembuh Amesia

17 Agustus 2016   00:32 Diperbarui: 17 Agustus 2016   01:03 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa yang ada di benak anda pada saat perayaan 17 agustus selain hari kemerdekaan ? yap ,lomba makan kerupuk.Lomba yang sering kita aggap lomba remeh temeh ini memiliki filosofi yang sangat dalam dan mengharukan terutama pada generasi muda untuk tetap optimis dan semangat.Kok bisa? Jadi di filosofi pertama dari lomba makan krupuk ini sendiri adalah tangan diikat yaitu kekangan dari penjajah saat itu,bahkan media massa kala itu mempromosikan rakyat Indonesia sebagai budak.

tak seorangpun yang beranani melawan karena siksaan belandalah yang mereka dapat,taka da yang dapat diandalkan seperti saat ini.tidak hanya budak laki-laki budak yang diperjualbelikan pun menjual budak perempuan tentu semakin terampil budak tersebut akan berharga semakin mahal,seperti menari atau bermain musik,

Filosofi ke dua adalah krupuk yang diarahkan ke atas seakan kita mendongak ke atas untuk bisa memakannya.Dari filosodi ini yaitu ketika dalam situasi kolonialisme makanan hanya bisa dirasakan oleh kaum atas,kaum yang dekat dengan belanda yaitu kaum priyayi atau borjuis saat itu.gaji budak yang saya baca yaitu tergantung dari juri yang bertugas yang mensupervisi kerja sang budak.itupun dipotong 40% untuk pajak.

betapa warga bawah sangat kesulitan saat itu.bahkan menurut cerita ayah saya yang bahkan lahir 10 tahun setelah merdeka pun tak kalah mengerikan .Ayah saya bercerita tentang tetangganya yang memasak batu untuk menenangkan anaknya yang menangis kelaparan.memasak batu sampai anaknya lemas dan ketiduran.

Kemudian kenapa kerupuk yang dijadikan obyek lomba ? Kenapa bukan ayam goring atau martabak yang tentu membuat peserta lomba bertambah semangat ,karena kerupuk yang tak bergizi inilah yang menjadi makanan rakyat jaman dahulu, tanpa mempedulikan asupan gizi .jika kita bepergian ke pasar di aceh tentu kita menemukan “makanan lam prang” dimana makanan tersebut adalah makanan yang konon menjadi makanan yang digunakan selama perang kemerdekaan dimana terdiri dari ubi rebus, pisang rebus dan sagu kukus.

Tentu betapa beruntung generasi sekarang yang bisa haha hihi makan di restoran cepat saji tentu dengan uang bapak ibunya yang juga dalam keadaan yang jauh lebih baik dari jaman penjajahan dahulu.betapa kita harus bersyukur keadaan jauh lebih baik sekarang ini.Betapa filosofi lomba makan kerupuk ini sangat dahsyat bagi saya.Dimana rakyat bahu membahu menyemangati satu sama lain menghilangkan kegetiran dari filosofi dibalik itu lomba makan krupuk itu sendiri.

Semangat dan kerja keras,dibungkus kompetisi dan keceriaan sungguh suatu adonan yang sangat pas untuk merekatkan kembali keutuhan dan kesatuan bangsa ini.ayolah wahai generasi muda jangan sampai kita terpecah belah dengan isu yang berkembang, persaudaraan terpecah bahkan karena share satu link facebook atau tweet yang dianggap berseberangan.

Dulu belanda memecah belah persatuan kita dengan mengadu domba para raja.Betapa digdaya kerajaan kita dulu kemudian sekarang hilang hampir tidak tersisa karena adu domba.Walaupun filosofi lomba makan kerupuk adi sarat dengan cocoklogi.Mari kita segarkan ingatan sembuhkan amnesia kita,mengingat  kembali tentang politik devide et impera yang lambat laun tanpa kita sadari sedikit demi sedikit melemahkan kita .MERDEKAAAAAA!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun