Mohon tunggu...
Rifqiyudin Anshari
Rifqiyudin Anshari Mohon Tunggu... Buruh - Independent, Bebas dan Merdeka

rifqiyudinanshari@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Marah dengan Ramah ala Nabi, Meski Kita Bukan Nabi

2 November 2020   17:53 Diperbarui: 2 November 2020   17:59 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nabi Muhammad SAW sebagai teladan yang baik, adalah juga manusia biasa yang perasaannya sama dengan manusia lainnya seperti Marah, Sedih atau juga gembira. Nabi bisa saja khilaf namun beliau dijaga oleh Allah dalam perkara Khilaf dan Dosa. Mengapa Allah tidak mejaga Nabi dari perasaan Marah atau Sedih? 

Tidak lain karna Marah adalah perasaan, namun Allah menjaga sikap Nabi sedang atau pasca Marah, karnanya, jika Nabi dalam keadaan marah, beliau berusaha mencari cara agar tidak marah berkepanjangan, agar marahnya berhenti. Jika marah dalam keadaan berdiri, beliau akan duduk, jika marah dalam keadaan duduk, beliau rebahan. Adalah sunnah untuk menghentikan perasaan Marah seperti yang dilakukan Nabi.

TAPI KITAKAN BUKAN NABI?

Lalu Apa urgensinya Allah menganjurkan untuk meneladani Nabi? Kalau bukan untuk kepentingan umatnya agar terhindar dari beragam khilaf? Kalau demikian redaksinya, maka semua sikap dan tindakan yang dilakukan oleh Nabi, sangat boleh untuk TIDAK kita lakukan, Nabi tidak membunuh, kita membunuh, Nabi tidak memfitnah, kita memfitnah, Nabi tidak mencuri, kita mencuri dengan alasan Kita Bukan Nabi. Kalau yang demikian saja dianggap "Boleh" dilakukan, mengapa saudara melarang aktivitas ibadah "Ghoir Mahdhah" seperti Tahlil, Qunut, Muludan atau melarang kami untuk memilih sikap moderat perihal Kemarahan Umat ini?

Atau dengan menyebarkan Quote "Jika agamamu dihina, kamu tidak marah, maka ganti saja pakaianmu dengan kain Kafan". Hey Tadzzzz, kita bukan tidak Marah, kita marah. Tapi ini perkara sikap dan keputusan disaat marah atau setelah marah. Tergelincir dalam godaan Iblis untuk memilih bertindak Bungul, atau memilih menahan diri. Ingat, bagaimana Nabi menentukan sikap saat marah, apabila salah satu dari tindakan yang akan diambil itu berpotensi mengakibatkan dosa, maka dia memilih yang tidak mengandung dosa, dan apabila keduanya sama-sama berpotensi mengakibatkan Dosa, maka dua-duanya tidak akan dilakukan.

Kalau saat marah ingin menampar, sementara menampar adalah perkara Buruk, maka tidak dilakukan, kalau saat marah ingin Membentak, sementara membentak adalah perkara buruk, maka juha tidak dilakukan. Itulah mengapa, Nabi cenderung memilih diam dan tidak melakukan apa-apa saat dalam keadaan marah.

LAH IYA, ITUKAN NABI, KITA BUKAN.

Jadi panutan saudara berIslam ini siapa? Abu Jahal? Abu Mulzam? Atay Abu Janda al-Boliwoody? Kalao Abu Jahal, akui saja, dan bersaksilah kepadanya. Jangan mendustakan Panutanmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun