Mohon tunggu...
Ainina Nurarifa
Ainina Nurarifa Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa semester 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Untirta

Mahasiswa semester 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Untirta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kediktatoran sebagai Sejarah Peradaban Politik Dunia

12 Desember 2019   13:46 Diperbarui: 12 Desember 2019   14:25 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak kecil Hitler memang hobi dalam bermain perang-perangan. Mungkin hal ini mempengaruhi pemikiran Hitler dalam Strategi perang yang baik. Meskipun ada saja kepribadiannya yang sadis, tapi Hitler termasuk seorang pemikir yang cerdik. Beliau selalu memikirkan banyak hal apa yang harus dilakukan dan bagaimana teknisnya dan apa saja yang diperlukan dalam perang, dan intinya Hitler adalah seorang pencipta stratetegi perang yang baik sehingga selalu mengantarkan  sebuah kejayaan bagi Jerman sendiri. Itulah beberapa hal yang membuat Hitler mampu melakukan invasi dan sering sekali kemenangan berada di tangannya.

Membahas tentang Strategi Adolf Hitler yang cerdas dalam perang, Prihal tersebut berkaitan dengan konsep-konsep dalam buku yang berjudul "Studi Strategi" karya Daoed Joesoef yang menyatakan tentang "Logika ketahanan dan Pembangunan Nasional". Menurut buku ini istilah Pemikiran Strategi  adalah derivat dari kata Yunani " Strategos " (Jendral) yang tidak menganung konotasi pikiran modern. 

Ekuavalensi Yunani dari strategi berkonotasi pikiran modern adalah (seharusnya) "Strategike episteme" (pengetahuan jendral) atau " Strategeon sophia" (kearifan jendral) mengingat dalam  kosakata Yunani ada kata "stratos" (bala tentara) dan "again" (memimpin) kemudian ada kata "strategika", yaitu Fungsi-fungsi dan kualitas kejendralan. Dengan kata lain, strategi adalah kiat memimpin bala tentara dan secara umum adalah kiat kepemimpinan.

Dan  saya berpendapat bahwa usaha akan menjadi sia-sia apabila tidak dihadirkannya taktik dan strategi, karena taktik dan strategi adalah gembok untuk suatu kemenangan dalam perang,  itupun sependapat dengan Luttwak dalam bukunya berjudul On War  menyatakan bahwa "everyone know fairly well where each particular belongs ... whenever such categories are blindly use, there mush be a deep-seated reason for it ...  we reject, on the other hand, the artificial distinctions of certain writers, since they find usege. According to our classification, then, tactic teachs the use of arms forces in the engagement; strategy, the use of engagement for the object of war no reflection in general usege. According to our classification, then, tactic teachs the use of arms forces in the engagement; strategy, the use of engagement for the object of war.."

Di antara aneka ragam yang timbul dari jaman foolishness kepada zaman Intelegence, menurut sejarahnya Strategi terlahir dari sebuah peperangan. Ini tampil belakangan setelah manusia semakin banyak menggunakan nalar ketimbang emosi dalam perbuatan yang kolektif. Terjadi pada saat ini dimana strategi tidak hanya untuk hal kepentingan dalam perang melainkan untuk berbagai hal. 

Kembali pada topik Adolf Hitler. Beliau tidak hanya menggunakan Strategi untuk aspek kemiliteran atau perang, tetapi juga untuk taktik dalam aspek politik atau pemerintahan. Salah satu contohnya adalah keahliannya yang mampu memposisikan orang yang tepat yang dimaksud adalah sesuai bidang yang dimiliki bawahannya, jiwa nasionalisme Hitler menyadarkan bahwa banyak kekurangan dalam dirinya. Dan setidaknya beliau tidak membuang orang-orang pandai, menempatkan seseorang bedasarkan kebutuhan bukan kepentingan pribadi belaka. Dengan ini Jerman semakin kuat dan maju karna strategi politik yang Hitler miliki.

Bebicara tentang Nasionalisme sang Diktator Nazi ini, nasionalisnya muncul ketika jerman menyerah dalam Perang Dunia 1. Berhasil ditaklukan dan dikalahkan oleh negara sekutu yaitu Amerika Serikat, Prancis dan Inggris. Negara-negara sekutu jerman seperti Austria-Hongaria ambruk kekaisarannya, begitu pun dengan kesultanan Ottoman yang kuat dan kokoh serta hampir setengah bagian wilayah Eropa telah dikuasai olehnya seketika runtuh karna harus rela negaranya dipecah belah  oleh sekutu. Belum dengan Jerman yang harus membayar ganti rugi atas tingkah lakunya  ketika perang. Jerman harus menyerahkan kapal perang dan kapal dagang mereka. 

Hal tersebut memperburuk perekonomian jerman selama bertahun-tahun. Selain itu  kemiliteran jerman dilemahkan agar tidak ada lagi ancaman demi pertahanan dan keamanan bagi seluruh negara di Eropa. Jerman ketika itu akhirnya berada di situasi terpuruk dan dikucilkan oleh para pemenag perang dunia 1. Jerman adalah Negara yang dihuni oleh masyarakat yang marah, kecewa dan menyimpan dendam dengan negara lain. Tak terkecuali Hitler, jiwa nasionalis mempengaruhi ambisinya untuk menaklukan dunia, itupun hampir terjadi ketika Jerman kembali berjaya  menjelang Perang Dunia 2, pada saat NAZI dipimpin oleh Hitler dan Rakyat Jerman berhasil ditaklukan olehnya.

Dalam kasus tersebut sangat berkaitan dengan buku yang berjudul "Dari Pemungutan Suara hingga Pertumpahan Darah" karya Jack Snyder yang menyatakan tentang Demokratisasi dan Konflik Nasionalis. Tentang "Bagaimana Demokrasi Menyulut Nasionalisme Kontra revolusioner Jerman" dalam bagian ini menjelaskan kejadian Perang dan Nasionalisme di Jerman pada tahun 1864-1945. 

Jerman memang  sudah sering berperang sebelum perang Dunia 2, dan setiap kali dialah biang keladinya. Walaupun populer dikalangan rakyat jerman, perang-perang penyatuan Nasionalis, pada tahun 1864-1871 bukanlah hasil cetusan gerakan-gerakan masa nasionalis yang baru muncul pada akhir 1890 --an, namun gerakan-gerakan nasionalis tersebut terakhir inilah dari syarat ketentuan itu, yang telah mendorong Jerman terlibat perang pada 1914 dan berperan penting dalam naiknya Hitler ke Puncak kekuasaan pada 1933.

Sebagai manusia yang memiliki warga kenegaraan, kita wajib memiliki sifat nasionalisme. seperti halnya Hitler  yang sangat mencintai Jerman, Nasionalisme dimilikinya bisa memotivasi negara lain, contohnya  negara satu kubu dengan Jerman pada saat perang dunia ke-2 adalah Jepang. Jepang ketika itu mampu menguasi Afrika dan seluruh wilayah Asia Pasifik itu berkat terinspirasi dari Jerman yang mampu menguasi seluruh Eropa bahkan seperdua wilayah Dunia. Namun tidak dengan Nasionalisme yang berlebihan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun