Mohon tunggu...
Rifky Guh
Rifky Guh Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dari Kandang untuk Bangsa

4 Juli 2018   16:35 Diperbarui: 4 Juli 2018   16:44 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ismet Angguk berjalan dengan hati-hati di jalan menuju peternakan itu. Dalam 10 tahun karirnya sebagai politisi, ia selalu disambut oleh kalungan bunga. Tapi hari ini yang menyambutnya adalah tahi sapi dan tahi kuda. Sejauh mata memandang hanya dua aksesoris itu yang sampai ke pupil matanya. Spanduk besar membentang di sisi kiri jalan. Terpampang gambar bapak bangsa. Ia berkacamata hitam dan bertopi polo. Sejajar dengannya ada sapi, kambing dan kuda. PR bodoh rutuknya dalam hati. Nggk ada gambar lain apa. Kecintaannya pada dunia politik kadang-kadang diganggu oleh kebodohan-kebodohan kecil seperti ini. 

Tidak jauh dari spanduk itu terbentang  spanduk lain : bapak bangsa yang berkacamata dan bertopi polo itu ada di tengah. Dua kuda masing-masing di kanan kirinya. Ini spanduk atau iklan rokok, pikirnya. Di setiap 1 meter pagar peternakan itu terpasang pita. Yang tidak tahu akan mengira ini adalah festival binatang ternak atau semacam atau ada binatang ternak yang sedang berulangtahun.

Di ujung jalan peternakan itu, ada sebuah rumah besar. Dari jalan tempat ia berada sekarang terlihat tenda besar berdiri didepan rumah besar itu. Di bawahnya orang-orang duduk rapi. Sayup sayup suara lewat speaker terdengar. Munasnya sudah mulai. 

Ia tidak mengerti mengapa partai sebesar Partai Demokrasi Kerakyatan harus menggelar munas di peternakan kuda dan sapi. Ia tahu salah satu platform PDK adalah mengangkat martabat para peternak. Tapi haruskah bikin munas partai di peternakan?  

Partai Penanggung Penderitaan Rakyat misalnya, yang konsennya adalah bagaimana memanusiakan  para PSK, nggk pernah tuh datang ke lokalisasi lalu bikin munas di situ. Pasang spanduk : "P3R perjuangkan gaji umr untuk setiap PSK" Atau misalnya, Partai Masa Depan yang salah satu konsennya adalah masalah lingkungan, tidak pernah  ujug-ujug bikin munas di kebun binatang. Spanduk :  "Kera, gajah dan ular dilindungi dan dijamin oleh negara". 

Mengapa tidak buat saja munas di hotel atau restoran. Lalu undang para peternak. Ambil foto bersama dan makan-makan. Selesai. Lebih efektif. Dari pada diselenggarakan di peternakan seperti ini. Memang apa pesan yang ingin dikirimkan ke masyarakat. "Pakan kuda dan sapi terjangkau, indeks kebahagian sapi dan kuda indonesia tertinggi" ejeknya dalam hati".  Atau "Murah dan bergizi, pakan sapi dan kuda bisa jadi alternatif di tengah membumbungnya harga sembako" ejeknya dalam hati lagi sambil mencibir.

Ia berjingkat-jingkat di jalan becek itu. Dengan penuh kehati-hatian ia bergerak. Ia mereka-reka kemana ia harus melangkahkan kaki. Kiri tahi sapi. Kanan becek. Depan kubangan. Belakang tahi kuda. Menentukan siapa yang harus diusung dan didukung dalam politik adalah hal dilematis. Tapi melangkah di jalan peternakan ini juga dilematis. Dan bau. 

Walau demikian ia melangkah juga. Ia ingin sekali datang ke tempat ini. Dulu ia tak begitu suka dengan si bapak bangsa yang menurutnya selalu mendramatisir pencurian kekayaan alam. Sedikit-sedikit kekayaan alam kita dirampok. Sebentar-sebentar kekayaan alam kita dibawa keluar. Hello, anggota kepolisian kita ada dua ratusan ribu orang. Trus nggk pernah ada tuh laporan berita yang menyebutkan telah terjadi perampokan kekayaan alam. Kesimpulannya si bapak bangsa suka drama.

Tapi dua tahun lalu ia mengalami sendiri. Suatu hari ini ia didatangi sekelompok orang. Mereka ingin melobinya untuk ikut mendukung revisi UU pertambangan dan energi. Ia tahu diri. Ia muncul di depan rakyat hanya setiap musim kampanye. Setidak-tidaknya paling sedikit yang bisa dia lakukan adalah menolak. Maka ditolaknyalah lobi itu. Dua hari kemudian dia dirolling ke komisi desa dan daerah tertinggal. 

Mulai dari situlah ia sadar bahwa apa yang disampaikan bapak bangsa ada benarnya. Iapun mulai mendengarkan pidato bapak bangsa. Ia jatuh hati dengan pidato bapak bangsa. 

Maka tadi malam ketika sebuah saluran tv memberitakan persiapan munas besar muncul niat untuk bertemu dengan si bapak bangsa. Lokasi yang dipilih adalah peternakan. Atau menurut lawan-lawan politik bapak bangsa istilah yang tepat adalah kandang. "Dari Kandang sapi untuk bangsa"...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun