Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Nature

Cina melarang penggunaan kantong plastik gratis. Indonesia kapan?

6 Juni 2011   13:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:48 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

 


Di sebuah saluran televisi Cina yang berbahasa Inggris minggu lalu, saya temukan sebuah berita bagus untuk lingkungan: "Cina memperkuat larangan penggunaan kantong plastik gratis, dan mulai memberlakukan denda uang - dalam bentuk membeli - tiap kantong plastik yang dipakai". Maksudnya adalah jika kita berbelanja ke supermarket atau ke pasar, mereka sama sekali tidak memberi atau menawarkan kantong plastik seperti biasa kita alami di Jakarta. Dengan begini, maka masyarakat dituntut untuk membawa tas / keranjang belanjaan sendiri, atau ditenteng terbuka begitu saja. Jika memang membutuhkan kantong plastik, maka kita harus membelinya.

Lalu kemudian saya simak perbincangan di televisi itu, dan tahulah saya bahwa pelarangan seperti itu sebenarnya sudah berjalan sejak tahun 2008. Dan dari chinadaily.com, makin jelas bahwa larangan itu telah menyelamatkan bumi dari 24 milyar kantong plastik selama tiga tahun itu, yang ditaksir ekuivalen dengan berat 600 ribu ton. Mengurangi plastk sebesar itu setara dengan menyelamatkan 3.6 juta ton cadangan minyak, atau lima juta ton batu bara standar dan mengurangi emisi karbon lebih dari sepuluh juta ton.

Sebuah langkah nyata sebuah pemerintah yang berpihak pada lingkungan, apalagi jelas terangnya jika plastik itu adalah musuh yang nyata dari lingkungan karena amat susai terurai.

Lalu, bagaimana dengan negara kita?

Silakan saja kita berbelanja ke supermarket. Dan cobalah kita hitung berapa lembar kantong plastik yang dengan gratisnya diberikan kepada kita.

·         Sepuluh butir telor ayam yang sudah tersusun di dalam box, diberi kantong plastik.

·         Rambutan yang telah diikat dengan rapi, juga diberi kantong plastik.

·         Sekilo jeruk memang harus diberi plastik agar bisa ditimbang. Bagaimana dengan sekilo jeruk mungil yang sudah diberi tempat - di dalam serangka tali temali, juga dibungkus plastik.

·         Bahkan sekarang jeruk dibungkus plastik merah satu demi satu

·         Dua butir bawang bombay dibungkus plastik tersendiri

·         Demikian pula empat buah cabe, seikat sawi, seruas besar jahe, semua dibungkus plastik sendiri-sendiri

·         Odol, sikat gigi, sabun dikelompokkan ke dalam kantong plastik terpisah. Juga deterjen, sabun cuci pada plastik lainnya.

·         Sementara air minum botol plastik dikategorikan sendiri, bersama penganan kecil.

·         Bahkan beras lima kilogram yang sebenarnya sudah memiliki lubang tentengan, tetap diberi kantong plastik.

·         Mungkin ada barang belian lain yang dikategorikan tersendiri sehingga membutuhkan plastik terpisah, termasuk belanja satu buah DVD player yang sudah disimpan di dalam kotak kardus.

Sebenarnya, bangsa Indonesia mengalami sebuah anomali jika melihat dari kesadaran akan lingkungan. Di saat negara-negara lain sudah jauh melarang atau mengurangi penggunaan plastik, bangsa Indonesia dengan nikmatnya menggunakan plastik tanpa kontrol. Dan bau kapitalisme begitu kentara, di mana pemilik modal mencengkeram negara kita dan meninabobokan kita dengan begitu melimpah dan gratisnya plastik. Tanpa kontrol, tanpa ada peran negara.

 

Seperti di Cina, dii Australia pun sama, kasir tidak menawarkan plastik untuk membungkus, dan warga pun umumnya membawa kantong belanja atau troli belanja sendiri. Sedangkan di negara kita bahkan plastik pun sudah dipakai dalam aktivitas yang rasanya tidak pada tempatnya memakai plastik. Contoh sederhana adalah memesan nasi uduk pinggir jalan, di mana biasanya sayur tahu-tempe ditaruh di atas nasi - dan kemudian diberi kuah dan sambal, kini dibuat terpisah memakai plastik kecil. Satu buat tahu-tempe kuah, satu buat kerupuk dan bahkan satu buat sambal.

 

Pak Menteri Lingkungan Hidup, apa langkah nyata Bapak dalam masalah ini? Beranikah kiranya Bapak cantumkan salah satu hal ini dalam Key Performance Indikator bapak: “mengurangi penggunaan kantong plastik sebanyak 600 ribu ton dalam empat tahun?”.

 

Dan bagaimana dengan kita, masyarakat?

 

Coba ya kita kembali menjadi manusia yang arif seperti jaman dahulu, di mana jika ibu kita ke pasar, beliau akan membawa tas belanja sendiri sehingga semuanya bisa dimasukkan tanpa harus diberi plastik - dan cukup dibungkus koran bekas. Atau bibi kita membeli bubur ke depan gang dengan membawa rantang sendiri.

 

Ah, terkadang masa lalu begitu indah untuk dikenang.

 

Cag, 6 Juni 2011

Saya sudah memulai mengapresiasi diri sendiri jika menemani istri ke supermarket dan berhasil berkata “Tidak. Gak usah diplastikin, gak perlu!”.

 

http://sosbud.kompasiana.com/2011/06/04/pada-mata-hukum-matematika-seperti-buta/

http://edukasi.kompasiana.com/2011/06/02/menggelar-gelar-apa-perlu/

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun