Si Ade terlihat nyaman dengan jawaban si Ayah. Alhamdulillah, dia punya concern dengan adab dan akhlak keseharian.
'Terus kalo temen Ade ngomong 'anjing' gimana?'.
Pertanyaannya back to basic issue pemirsa. Perkara temennya.
'Ya gak apa-apa. Biarin saja. Dia kan bukan anak Ayah. Itu kewajiban orang tuanya untuk mendidik. Ade dengerin aja. Ade tunjukkan saja ketidaksetujuan Ade dengan penggunaan kata 'anjing' dengan Ade tidak menggunakan kata itu sama sekali dalam obrolan. Itu kan adab dan akhlak kita'.
Kirain si Ayah, jawaban panjang itu menjadi penutup obrolan. Eh, ternyata ada bonus pertanyaan.
'Kalo 'anjir' gimana Yah?'.
Si Ayah jadi terbang ke masa lalu deh untuk mendapatkan jawabannya.
'Nah kalo kata 'anjir' sih menurut Ayah boleh'.
Si Ade diam.
'Karena bagi Ayah kata itu kan bukan untuk binatang. Kata itu sepertinya muncul justru sebagai penghalusan daripada menggunakan kata 'anjing'. Sama dengan kata 'anjrit'. 'Anjir' atau 'anjrit' Ayah kadang pake sih. Kalo kata 'anjing' sih gak pernah.'
Akhirnya obrolan selesai. Udah nyampe minimarket sih, si Ade pengen jajan. Padahal si Ayah mau menutup obrolan dengan pertanyaan ini: