Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Paksa Aku Tidak Divaksin

7 Juni 2021   18:41 Diperbarui: 7 Juni 2021   19:02 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis sedang divaksin | dokpri


Kadang suka bingung dengan sikap manusia yang terkadang menginginkan orang lain agar melakukan hal yang sama dengan yang dilakukannya. Padahal kan, kepala sama hitam, isi hati siapa tahu. Termasuk dalam menyikapi covid dan vaksin.

Hari Lebaran kemaren. Ada teman yang berkunjung, bersilaturahim. Ke rumah. Saya dengan kenormalan yang baru, tetap menjaga jarak, memakai masker dan salaman tanpa menyentuh. Salam mendekapkan telapak tangan dan diposisikan depan hidung. Dia, teman saya itu, tanpa memakai masker, berusaha bersalaman. Tanpa segan, dia menarik tangan yang sedang dalam posisi salaman jauh. Okelah, saat itu saya maafkan, karena suasana kan sedang berlebaran.

Tapi......

Kemudian dia membuka topik pembicaraan yang mengesalkan. Dia, yang menyatakan sebagai yang tidak mempercayai adanya covid, lalu mempermasalahkan hal yang terjadi.

'Coba, kenapa di rumah boleh gak pake masker, kalau ke mesjid harus bermasker? '.

'Itu akal-akalan menjauhkan ummat dari mesjid'.

'Kalau sudah sakit ya sakit. Tuh buktinya, Dek Laras sembuh'.

'Halah, mau-maunya ditipu'.

Saya awalnya meladeni semua argumentasi dia dengan argumentasi sendiri yang tentunya berlawanan. Sampai akhirnya, mau tidak mau Saya mengemukakan argumentasi dengan nada tinggi.

'Tahu gak kenapa sebulan lalu saya layani salaman Bapak? Karena saya menghargai Bapak. Saya masih mengutamakan silaturahim dengan Bapak. Karena saat itu Bapak memaksa saya, dan saya tidak sempat menghindari tarikan tangan Bapak. Padahal Bapak tahu saya sedang menjaga jarak. Dan Bapak tahu, saya menghargai posisi Bapak yang tidak percaya dengan covid, TAPI BAPAK TIDAK MENGHARGAI POSISI SAYA yang percaya dengan adanya covid. Kenapa saya harus menghargai seseorang yang tidak menghargai saya? '.

Itu hari Lebaran saudara. Dan tahu sendiri, kalau saya sudah bicara dengan nada tinggi,  orang akan jelas mendengar itu sebagai kemarahan.

Teman saya itu sepertinya kaget dengan reaksi saya. Dia kemudian mundur dari posisi dia berdiri. Tidak menyangka.

'Kita nafsi-nafsi. Saya melakukan yang saya lakukan pun sudah dengan pertimbangan. Jadi silakan Bapak hargai itu. Dan tolong Bapak ingat, yang saya lakukan selama ini adalah menghargai Bapak agar silaturahim terjalin baik'.

Kajeun ah. Hari itu emang Lebaran, saat saling memaafkan. Tapi, ada saatnya kita 'meledak'. Dan bagi saya, itu saat yang tepat untuk 'meledak', karena setelah itu kita ngobrol seperti biasa. Meski tentunya, dia sekarang jauh lebih hati-hati dalam bicara.

Terus .....

Emang ada yang melarang si Ayah divaksin?

Ya nggak. Itu mah biar judulnya rame

Tulisan ini sudah diunggah dari status Facebook pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun