Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Imbas Kecelakaan Danau Toba bagi Keselamatan Pelayaran di Muara Angke

26 Juni 2018   08:09 Diperbarui: 26 Juni 2018   12:05 2674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengalaman berlayar penyeberangan Muara Angke - Pulau Pari | Foto: Rifki Feriandi

Kecelakaan Kapal Penyeberangan Danau Toba itu membuat kita bersedih. Bagaimana tidak, jika kejadian itu merenggut lebih dari dua ratus nyawa. Dua ratus jumlah yang amat banyak. Duka cita mendalam untuk keluarga korban.

Lima hari setelah kejadian itu, saya dan anak bungsu melakukan perjalanan menggunakan kapal penyeberangan. Tidak jauh, hanya dari Jakarta (Muara Angke) ke Pulau Pari.

Ini adalah perjalanan pertama kami menggunakan kapal penyeberangan, karena ini pula kali pertama kita berwisata ke Kepulauan Seribu. Ada rasa takut juga untuk menggunakan kapal umum, apalagi masih basah ingatan dengan berita kecelakaan yang dahsyat. Bahkan beberapa teman sedikit melarang kami pergi. Apalagi ini musim liburan, di mana orang akan tumplek berwisata. Tapi, saya beranikan diri untuk terus lanjut. Ya, ingin memberikan pengalaman buat si bungsu berwisata saat rame-ramenya.

Kapasitas dan jumlah penumpang: awal keselamatan pelayaran
Sebenarnya di balik rasa takut, muncul perasaan aman juga ketika mau menyeberang. Biasa kan, setelah ada sebuah kejadian biasanya keamanan diperketat. Jadi, keselamatan pun kembali digaungkan. Dan itu yang saya dapati saat itu, di KM Satria.

Kapal yang kami naiki. Mengisi data dan nomor hape sebelum masuk | Foto: Rifki Feriandi
Kapal yang kami naiki. Mengisi data dan nomor hape sebelum masuk | Foto: Rifki Feriandi
Saat menaiki dek atas, saya melihat sudah banyak penumpang mengambil posisi. Dek atas cukup favorit sepertinya, melihat banyaknya penumpang dibanding di bawah saat kita masuk. Saya dan si Ade mengambil posisi sayap kiri agak di luar ruangan, sehingga bisa mendapatkan angin saat kapal jalan --ini penting agar si Ayah tidak mabok laut.

Menjelang keberangkatan, dek atas penuh. Antara penumpang dan barang bawaan. Penuh, yang menurut pengamatan saya masih dalam kategori wajar. Masih ada ruang untuk kaki bermanuver jika pegal. Bahkan di beberapa area, penumpang masih bisa tiduran.

Entahlah untuk dek bawah, saya tidak sengaja mengeceknya. Tetapi, saat turun ke dek bawah di tujuan terlihat padatnya penumpang dalam kondisi wajar. Yang pasti, saat memasuki kapal, kita diminta mengisi formulir dengan nama dan nomor telepon, selain menyerahkan tiket. Mudah-mudahan ini sebagai bukti mainifes perhitungan jumlah selain dari sisi karcis.

Pelampung: kunci keselamatan penumpang

Sebelum kapal berjalan, ada beberapa hal terkait keselematan penumpang yang bisa diamati.

Pelampung tersedia dan mudah dijangkau
Di dek atas, pelampung langsung bisa dilihat saat kita menaiki tangga. Tumpukan warna oranye terang itu rapi tersusun di belakang ruang kemudi. Jumlahnya cukup banyak. Sebagian besarnya sudah dipakai oleh penumpang yang sudah duduk

Untuk dek bawah, saat perjalanan Pulau Pari-Muara Angke (karena arah pergi tidak terlalu memperhatikan) pelampung malah diletakan di tempat duduk masing-masing penumpang.

Pelampung jangan dijadikan bantal. Jika tidak dipakai, didekap saja | Foto: RIfki Feriandi
Pelampung jangan dijadikan bantal. Jika tidak dipakai, didekap saja | Foto: RIfki Feriandi
Jumlah pelampung cukup
Di dek bawah, satu buah pelampung diletakkan pada setiap tempat duduk. Jadi, sepenuh dek bawah, semuanya mendapatkan pelampung. Entahlah jika ada penumpang yang berdiri. Sedangkan untuk dek atas, saya lihat sendiri jika semua penumpang mendapatkan pelampung masing-masing. Jadi, Alhamdulillah pelampungnya cukup

Pelampungnya baru?
Itu yang awalnya akan muncul di benak. Iya, gegara membaca timeline medsos yang memperlihatkan penjelasan pejabat yang sepertinya pembelaan diri jika pelampung sudah tersedia padahal pelampungnya terlihat baru. Tapi sepengamatan saya saat itu, di kapal yang saya naiki, bagian atas. pelampungnya tidak seperti baru dibeli. 

Malah jelas terlihat jika pelampungnya memang pelampung yang sudah ada, lengkap dengan emblem nama kapal. Jadi tidak sengaja dipakai yang baru padahal sebelumnya kurang. Memang sih ada lah 1 atau 2 yang warna oranyenya masih bersih. Tapi kesan baru dibeli beberapa hari tidak terlihat. Sebaliknya, justru ada beberapa pelampung yang kondisinya harus diperhatikan alias tidak sempurna, seperti susah diikat dan tidak ada pelampung ukuran anak-anak.

Kesadaran penumpang untuk mengambil pelampung sendiri
Berbeda dengan dek bawah, untuk dek atas para penumpang dituntut sadar sendiri untuk mengambil pelampungnya. Tuntutan kesadaran dari sendiri menurut saya sih bagus, karena jangan semuanya ditimpakan ke nakhoda kapal. Dan saat itu, penumpang lain pun sangat kooperatif membantu, menunjukan dan mengambilkan pelampung bagi penumpang yang baru datang.

Instruksi keselamatan: kewenangan pemerintah
Jika penerbangan pesawat ada pramugari yang memberi informasi keselamatan, maka dalam penyebarangan kemarin pun kita mendapatkannya. Informasi, instruksi dan penjelasan tentang keamanan dan keselamatan dalam perjalanan pelayaran dilakukan oleh seorang ibu dari Dinas Perhubungan. Ibu (yang sayangnya saya tidak sempat bertanya namanya) memberikan penjelasan layaknya seorang pramugari. 

Dengan suara cukup jelas, informasi ia berikan. Terdengar nada mengayomi dengan inti bahwa semua, termasuk pemerintah, menginginkan perjalanan yang selamat. Dan satu yang saya pribadi sukai dari ibu ini: TEGAS. Ya, menghadapi celetukan anak muda yang nyeletuk dengan nada bercanda, beliau mengingatkan untuk juga lebih serius meperhatikan keselamatan, dan keselamatan bukan buat bercandaan. 

Dan kala anak muda itu tetap bercanda, beliau menunjukkan ketegasan sebagai seorang yang memiliki wewenang untuk menurunkan penumpang. Salut deh Bu. Mengayomi seorang ibu diiringi ketegasan.

Ibu dari DInas Perhubungan yang tegas, berkeliling dan berinteraksi dengan penumpang setelah memberikan informasi | Foto: Rifki Feriandi
Ibu dari DInas Perhubungan yang tegas, berkeliling dan berinteraksi dengan penumpang setelah memberikan informasi | Foto: Rifki Feriandi
Informasi ibu ini dilakukan ke semua kapal yang akan berlayar. Meskipun ada image bahwa hal ini dilakukan karena kejadian di Danau Toba, namun saya harus dukung jika kegiatan ini dilakukan rutin saat kapal akan berangkat.

Untuk informasi, kegiatan safety information seperti ini hanya didapat dari penyebarangan Muara Angke-Pulau Pari, dan tidak dilakukan sebaliknya.

Perilaku penumpang mempengaruhi perilaku kapal
Apapun yang disiapkan kapten kapal, ketegasan sekeras apapun yang dilakukan pemerintah, maka ketika kapal berlayar, semuanya akan dipengaruhi oleh perilaku penumpang. Berita memperlihatkan jika kejadian di Danau Toba salah satunya adalah karena penumpang menumpuk di satu sisi. Dan itu bisa terjadi karena sumbangan perilaku penumpangnya, bukan? Dan contoh itu saya amati pula.

Suasana tiba di Pulau Pari. Area berjalan ini yang menjadi posisi yang dicari anak muda selama pelayaran, yang sebenarnya membahayakan | Foto: Rifki Feriandi
Suasana tiba di Pulau Pari. Area berjalan ini yang menjadi posisi yang dicari anak muda selama pelayaran, yang sebenarnya membahayakan | Foto: Rifki Feriandi
Sebelum kapal berangkat, baik itu petugas Dishub maupun petugas kapal sudah berkeliling kapal. Penumpang yang berada di pinggir kapal disuruh masuk area duduk penumpang. Pinggir kapal sepertinya area yang enak, karena langsung kena terpaan angin segar, selain juga pemandangannya tidak terhalang.

Namun, posisi ini berbahaya, karena berada persis di pinggir kapal dan hanya dibatasi pagar. Jadi beresiko jatuh. Dan, namanya anak muda terkadang justru menyukai tantangan - yang sebenarnya membahayakan. Jadi, banyak anak muda juga yang kembali ke posisi itu setelah kapal meninggalkan dermaga.

Begitu juga jika para penumpang berkerumun di satu sisi. Seperti ketika panas menerpa, mereka yang berada di sisi sebelah kiri beranjak ke sebelah kanan. Sebagai orang yang jarang naik kapal, saya termasuk salah satu yang merasa waswas jika terjadi penumpukan penumpang di satu sisi. Apalagi ketika kapal sedang diayunkan ombak cukup besar.

Alhamdulillah, perjalanan kemarin, tidak terjadi penumpukan. Ya 3 sampai 4 orang pindah ke satu sisi masih bisa ditoleransi. Bagaimana coba jika separuhnya pindah ke satu sisi.

Satu sisi Pulau Pari yang kami nikmati | Foto: RIfki Feriandi
Satu sisi Pulau Pari yang kami nikmati | Foto: RIfki Feriandi
Alhamdulillah perjalanan penyeberangan Muara Angke-Pulau Pari dengan durasi 1.5-2 jam berjalan lancar dan selamat. Semoga, pertimbangan keselamatan yang sudah berjalan baik kemaren itu bisa diteruskan dan dipertahankan. 

Semoga juga pemerintah dan petugas kapal selalu diberi kekuatan untuk terus menjalankan tugasnya dengan baik, serta diberi kekuatan moral untuk menjalankan ketegasan bagi keselamatan penumpang. 

Dan semoga para penumpang pun diberi kekuatan kesadaran untuk menjaga keselamatan dirinya dan penumpang lainnya, dan diberi kelapangan hati untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan keselamatan kapal, meskipun itu menantang jiwa mudanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun