Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibu, antara Mata Air dan Air Mata

3 Januari 2018   10:03 Diperbarui: 3 Januari 2018   10:08 1232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mata air (sumber : nggalek.co)

'Ki... Pasang selangnya', seorang ibu memanggil dari teras.  Anak kecil bercelana pendek seragam abu yang dipanggil 'Ki'  itu lalu datang. Tanpa berkomentar dia pasang selang itu. 

Ujungnya disambungkan keran,  ujung satunya berada di atas ember dekat kaki si ibu. Sementara itu si Ibu tetap melayani obrolan seorang wanita muda di depannya,  yang tadi membawa ember. Dahi anak kecil itu sekarang berkerut. Ada raut heran di wajahnya.  Keheranan yang dia simpan,  sampai si wanita itu lalu berkata.

'Nuhun pisan Bu'.

Dengan tetap tersenyum,  si Ibu menjawab ucapan terima kasih itu sambil mengangguk. Berbalik kanan,  matanya bertemu dengan raut anaknya yang tidak biasa. Dia lalu memegang kepala si anak dan mengelus-elusnya.

'Bu,  kenapa Ibu selalu ngasih air ke Teh Eli itu? Dia kan udah dari pagi minta air' kata si Anak kecil itu.

Dengan tersenyum, si Ibu menjawab.

'Atuh gak apa apa Iki'.

'Tapi Bu,  dia kan bisa pasang air PAM kalo sumurnya kering?', kata si anak menggugat.

'Gak usah mikir gitu.  Biarin we atuh Ki,  Teh Eli pan lagi butuh. Lagian Teh Eli itu tetangga kita paling dekat,  ada di depan rumah',  jawab si Ibu.

Si Anak kecil itu lalu berhenti bertanya.  Di benaknya hanya ada pikiran baru yang sederhana jika memberi itu tidak perlu banyak tanya.

Sampai esoknya,  si Ibu menemani si Anak dalam pembagian rapor. Seperti yang lainnya,  beliau masuk ke kelas,  bertemu Ibu Wali Kelas dan orang tua murid lainnya. Tidak ada raut malu,  deg-degan atau cemas jika hasil rapor anaknya mengecewakan. Tidak juga ditunjukan kesulitan kehidupan keseharian. Pasrah dan menerima apa saja yang digariskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun