Mohon tunggu...
Rifat Aldina
Rifat Aldina Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Rimbawan Indonesia twitter:@rifataldn

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Masa Depan Bisnis Kelapa Sawit Indonesia, Sebuah Equilibrium Baru?

7 Juli 2018   09:30 Diperbarui: 7 Juli 2018   15:08 8908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Prinsip konservasi yang dituangkan dalam Nilai Konservasi Tinggi bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sosial, mulai dari biodiversitas, ekosistem, hingga kelangsungan penghidupan masyarakat. Tersisa regulasi mengenai penanaman di atas lahan gambut. Lahan gambut sebagai struktur tanah unik yang berfungsi sebagai penampung air saat musim penghujan dan menjadi cadangan air saat musim kemarau perlu dipelihara. 

Dengan keunikan strukturnya pula, lahan gambut sangat rentan terbakar, terlebih lagi, sawit merupakan tanaman yang rakus air. Banyak kasus tercatat dari desa yang gambutnya ditanami kelapa sawit, desa tersebut mengalami krisis air. Penanaman di atas lahan gambut is a no go!

Langkah dan inisiatif dari semua pemangku kepentingan dan willingness dari perusahaan untuk berkolaborasi dan berkompromi membawa angin baru untuk terwujudnya equilibrium baru kebermanfaatan lingkungan. Perlu kita sadari bahwa kualitas jasa yang diberikan lingkungan terhadap makhluk hidup tidak setinggi jaman dulu. 

Kita tidak bisa naif untuk tidak mendukung keberlangsungan usaha tanaman yang berasal dari Amerika Selatan ini. Harus kita sadari bahwa dengan adanya usaha ini, pergerakan ekonomi daerah memperlihatkan perkembangannya. Namun, kita juga harus menjaga dan meningkatkan kesadaran dari pengelolaan sawit yang berkelanjutan dengan menjadi konsumen yang bertanggung jawab pula.

Perihal rencana tata ruang 
Undang-undang 26 tahun 2007 pasal 17 ayat 5 secara jelas menyatakan dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan suatu kawasan hutan paling sedikit 30 persen dari luas daerah aliran sungai yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan tata air dan mencegah terjadinya bencana alam seperti banjir, erosi, sedimentasi, dan krisis air. 

Dalam hal ini, pemerintah provinsi dan kabupaten bertanggung jawab langsung untuk menentukan rencana tata ruang wilayah yang akan menjadi dasar pembangunan daerah masing-masing. Namun, dalam perjalanannya, banyak konflik yang terjadi yang tak lain adalah konflik antara kawasan dan konversi kawasan hutan. Politik agraria yang terjadi adalah usaha tarik menarik kepentingan dalam hal penguasaan lahan. Pertarungan antara bisnis dan kelestarian alam.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Hal ini menimbulkan dilema dan konflik kepentingan. Mengutip data BPS tahun 2016, kelapa sawit menyumbang sebesar 429 triliun rupiah terhadap PDB nasional dengan kenaikan produktivitas rata-rata dua ton per hektar. Hal ini sangat menggiurkan dan menjadi penggerak ekonomi utama nasional maupun daerah. 

Akibatnya, arah tarik menarik perihal rencana tata ruang lebih memihak kepada pelaku bisnis. Penelitian yang dilakukan oleh UGM pada tahun 2017 tentang rencana tata ruang wilayah provinsi Kalimantan Tengah menyebutkan luas kelapa sawit pada tahun 2010 mencapai 95% dari luas Kalimantan Tengah dan hanya tersisa 700.000 hektar atau sama dengan 5% dari total lahan secara keseluruhan. 

Yang lebih mengejutkan lagi, Kabupaten Kapuas sebagai bagian dari wilayah provinsi Kalimantan Tengah mengeluarkan izin perkebunan, kehutanan, dan pertambangan seluas 1.861.080 hektar, sedangkan luas Kabupaten Kapuas itu sendiri hanyalah 1.499.990 hektar, defisit 361.180 hektar.

Hal ini jelas disebabkan oleh carut-marutnya regulasi dan perencanaan terkait tata ruang wilayah. Miskoordinasi terlihat jelas ditambah dengan rendahnya pengetahuan tentang pembangunan berbasis lingkungan. Kemudian diperparah dengan politik praktis yang terjadi di pelataran birokrasi yang mengharuskan seseorang memutar otak untuk terlihat indah setiap 5 tahun sekali. Ditambah pernyataan dari salah satu guru tentang wacana kelapa sawit sebagai tanaman kehutanan. Anjing menggonggong, musafir berlalu.

Lalu, bagaimana sebaiknya?
Terlepas dari kontribusi yang dihasilkan kelapa sawit terhadap perekonomian Indonesia dari mulai kontribusinya terhadap PDB hingga pembukaan lapangan kerja, masa depan sektor kelapa sawit masih terlihat sangat cerah walaupun banyak tekanan khususnya dari dunia internasional dan sektor perkebunan khususnya kelapa sawit akan terus terhempas oleh angin kritik tentang pengelolaan sektor tersebut. 

Hal ini akan dipermudah oleh birokrasi yang ugal-ugalan. Pemerintah sebagai garda terdepan pelindung lingkungan Indonesia diharapkan menyolidkan komitmennya terhadap pembangunan berbasis lingkungan. Hal ini dituangkan dalam perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi hingga daerah dan juga paket hukumnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun