Mohon tunggu...
Rifan Abdul Azis
Rifan Abdul Azis Mohon Tunggu... Penulis - duduak samo randah tagak samo tinggi

duduk sama rendah berdiri sama tinggi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Whatsapp dan Hasrat Monopoli Pengusaha Teknologi

16 Januari 2021   12:29 Diperbarui: 16 Januari 2021   19:19 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah bukan rahasia lagi kalau Facebook pimpinan Mark Zuckerberg membeli Whatsapp dan Instagram karena takut kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan tersebut di kemudian hari. Dengan tumpukan uang mudah saja bagi Mark Zuckerberg menyabotase masa depan gemilang perusahaan-perusahaan tersebut dengan cara membelinya.

Reputasi Mark Zuckerberg dan perusahaannya Facebook semakin hari memang semakin buruk terlebih lagi semenjak kasus Cambridge Analytica yang kabarnya juga sempat meraup sekitar 1 juta data pribadi pengguna dari Indonesia. Semenjak kasus tersebutlah seluruh dunia akhirnya mulai concern terkait keamanan data digital khususnya data pribadi/privacy.

Rasanya memang terlambat karena sebenarnya perdebatan tentang data-data digital ini sudah dimulai sejak awal-awal gempita Internet di Silicon Valley.

Senior Silicon Valley Jaron Lanier menceritakan bahwa sejak awalnya ada perdebatan dua kubu terkait layanan Internet/situs/aplikasi ini.

Kubu pertama yaitu kubu yang berpandangan bahwa layanan sebaiknya gratis dan keuntungan perusahaan didapat dari iklan sehingga ada resiko data pribadi dimanfaatkan.

Sedangkan kubu yang kedua adalah kubu yang berpandangan kalau layanan haruslah berbayar dan keuntungan perusahaan didapat dari biaya langganan pengguna sehingga data pribadi bisa dijamin aman.

Kedua kubu inilah yang sampai hari ini eksis karena ternyata kedua kubu tersebut sama-sama maju dan berkembang dalam bisnis layanan internet/situs/aplikasi. Layanan gratisan plus iklan yang saat ini memang mendominasi bisnis dan tumbuh sangat signifikan sedangkan layanan berbayar tetap bisa hidup dan berkembang sembari terus menyindir layanan gratisan plus iklan karena dianggap semakin hari cara beriklannya semakin keterlaluan.

Cara beriklan yang keterlaluan ini maksudnya adalah targeting ads, yaitu iklan yang ditargetkan pada individu tertentu berdasarkan data-data pribadi individu yang bersangkutan.

Data-data pribadi ini dapat menunjukan profil lengkap individu, apa yang dibutuhkan individu, dan apa yang sedang diinginkan individu.

Data-data pribadi ini didapat dari hampir seluruh aktivitas dan profil individu di dalam aplikasi, seluruh aktivitas individu di browser internet yang berkaitan dengan history dan cookies, dari metadata/informasi perangkat keras/gadget, daftar kontak, dan dari sistem operasi yang dipakai individu bersangkutan.

Keterlaluan bukan? Dalam hal kerakusan mengoleksi data pribadi pengguna ini juaranya adalah Facebook plus Instagram, runner up-nya adalah Google plus Youtube dan yang ketiga adalah Amazon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun