Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

King Bakery Mardin

23 Oktober 2019   16:25 Diperbarui: 23 Oktober 2019   17:12 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

"Oh, Ayah lupa lagi. Janji, ya, kalau ada uang, bayar roti itu secepatnya."

Omar mulai mengerti, mengapa dia sering menemukan uang receh di sela pintu, ketika dia sedang membuka tokonya.

"Akram ingin ayah makan roti enak. Pemilik toko roti mungkin dermawan. Dia sering memberikan para pengemis roti. Tapi roti itu sisa kemarin, dan hampir sekeras batu. Juga berjamur. Gigi ayah kan tak sanggup memakannya. Lagi pula Akram takut ayah akan sakit perut."

"Hmm, roti ini enak. Jadi pedagang roti memang enak, ya?" Si Ayah mendecap-decap.   

Omar tak sadar meneteskan air mata. Dia perlahan mundur teratur. Dia meninggalkan anak dan ayah yang sedang berbahagia itu.

Sekarang sedang tidak musim panas. Kalau kau kebetulan lewat di depan Toko Bakery Mardin pada senja hari, kau akan menemukan sesuatu yang ganjil. Seorang maling kecil berambut pirang, menjulurkan tangannya ke dalam etalase roti berpenutup plastik, lalu berlari memasuki lorong. Sementara seorang lelaki tambun sedang tidur-tiduran ayam di kursi kerajaannya, seolah tak perduli maling kecil sedang beroperasi.

Supaya kau tahu, toko roti itu tak hanya disenangi para pengemis---karena roti-roti yang mereka dapatkan selalu dalam kondisi open from open, eh, maksudku open from oven alias masih segar---termasuk para pembeli. Tak salah toko roti itu kemudian digelari "King Bakery Mardin". Menurut mereka rasa roti Omar seperti makanan raja-raja.

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun