Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

KKN di Desa Mpok Nari

17 September 2019   14:05 Diperbarui: 17 September 2019   16:08 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

"Aku ingin mengajakmu makan rujak." Paijo membuang napas lega. Heh, terkadang cinta itu tak perlu dikatakan.

Luna dan Parkijo

Lain Bibah, lain pula Luna. Perempuan itu berbadan sedang, dan malas makan.  Dia berkacamata minus tiga. Hampir tiap hari dia selalu ingin berbicara dengan mamanya. Dia memang anak mama. Tapi apa jadinya kalau tak ada sinyal di desa itu? Tentu dia mati gaya. Masa' dia harus memanjat kelapa kalau hanya sekadar  mencari sinyal.

Beruntung ada Parkijo. Kemahirannya memanjat kelapa menyamai beruk. Sejak pertama kali  Luna ingin menelepon mamanya, Parkijo dengan senang hati mencari pohon kelapa yang paling tinggi. Dia memanjatnya. Saat dia sampai di pucuk kelapa, mulailah dia berbicara dengan mama Bibah.

"Halo, Bu, aku Parkijo."

"Parkijo? Belum apa-apa Luna langsung ada pacar, ya?" Mama Luna bercanda.

"Bukan, Bu. Saya petugas Ibu Luna mencari sinyal. Di sini kalau mau dapat sinyal harus ke pucuk kelapa. Nah, Bu, Ibu Luna bertanya apa kabar?"

"Baik!"

Begitulah sulitnya mereka memanfaatkan kemajuan tekhonolgi. Luna berteriak-teriak dari bawah pohon kelapa, mengungkapkan apa yang ingin dia katakan kepada mamanya. Parkijo yang kemudian menyambungkannya. Seperti itu terus-terusan hampir setiap hari. Mungkin tersebab itu tumbuh cinta di hati Parkijo, hingga di suatu senja setelah menyelesaikan tugas mencari sinyal, dia mengajak Luna bermain di pinggir kolam.

"Setelah kupikir-pikir ada yang kurang dalam diriku," kata Parkijo lembut.

"Kurang apa? Kurang tinggi atau kurang makan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun