Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Mencari Pawang Kabut Asap, Ada Solusi

16 September 2019   15:48 Diperbarui: 16 September 2019   15:50 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Pixabay/MianShahzadRaza

Barangkali orang tak pernah berpikir apa yang ada di kepala  si Otong dan si Inong ketika akan menikah. Suatu kebahagian saat pernikahan, bagi mereka dan pasangan-pasangan lain, pastilah malam pertama. Setelah itu, tak dapat tidak adalah resepsi pernikahan. Karena saat itulah mereka bisa mempertontonkan kepada khalayak ramai, bahwa mereka sudah menikah. Bos dan kawan-kawan kantor akan berkumpul. Sanak-keluarga ikut meramaikan. Pun kawan sepantaran ikut menyukseskan acara resepsi.

Bagi mereka yang mengadakan acara resepsi di ruangan tertutup, dengan hembusan ac melenakan, mungkin tidak akan menjadi masalah. Bagaimana kalau mereka harus resepsi di lapangan terbuka? Sepertinya tidak masalah kalau cuaca bersahabat. Kalau pun takut hujan, jauh-jauh hari sudah menanggap pawang hujan. Ladalah, sekarang lagi musim kabut asap, apakah ada orang yang belajar menjadi pawang kabut asap?

Resepsi tidak lagi penuh celoteh, karena kebanyakan tamu mengenakan masker, atau paling tidak menutup mulut dengan sapu tangan. Makanan yang lezat bukan buatan, harus beradu partikel-partikel hasil pembakaran, sehingga waktu menghidangkan makanan agak diperlambat. Juga harus siap-siap dengan penutup, entah penutup bawaan atau koran atau plastik.

Paling sakit hati, organ tunggal yang ditanggap, tidak lagi assoy seperti yang sudah. Biduan atau biduanita, bernyanyi penuh tatakrama. Terlalu lebar membuka mulut, bisa-bisa asap semakin mudah berkeliaran pada paru-paru. Sepasang pengantin juga terpaksa menyembunyikan make up di balik sapu tangan. Ayah-ibu pengantin saling kuat-kuatan batuk dengan bunyi organ tunggal,

Lalu, apa solusinya? Mencari pawang kabut asap? Sampai sekarang saya belum  menemukan sekolahannya. Mau menunda resepsi pernikahan? Siapa yang tahan resepsi setelah mengadakan ritual malam pertama. Lalu, meniadakan resepsi, kapan lagi membanggakan megahnya keluarga si anu, apalagi bisa menanggap pedang pora.

Satu yang mereka inginkan, mengetahui di mana sebenarnya pawang kabut asap itu berada. Satu lagi yang mereka inginkan, siapa yang dipersalahkan urusan kabut asap ini. Akhirnya, sekarang banyak yang memutuskan akan melaksanakan resepi pernikahan setelah kabut asap menghilang. Artinya menunda resepsi pernikahan. Tapi, bukan menunda akad nikah. Karena yang ditakutkan ada yang menyerobot masuk sebelum ada pengguntingan pita. Lalu, siapa yang mesti dijadikan kambing hitam munculnya kabut asap ini?  Hanya satu yang mungkin diuntungkan, kaum perokok berat akan berhemat. Karena kalau ingin merokok, tinggal keluar sambil menghirup kabut asap  dalam-dalam. Kan jenisnya tak beda, sama-sama asap.

Maafkan tulisan yang tidak memberikan solusi ini. Mungkin otak saya sudah terkontaminasi kabut asap. Tabik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun