Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengabar Kematian

15 September 2019   14:18 Diperbarui: 15 September 2019   20:46 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: pixabay/Tama66

"Tentu tidak!" jawab saya. Permainan pun bubar karena terdengar suara azan zhuhur. Yang azan Mat Din. 

Saya mulai takut, biasanya Pak Barus merangkap sebagai petugas azan selain pengabar kematian. Bilamana dia mati, siapa yang akan menggantikan tugasnya yang berat itu?

Selepas Shalat Zhuhur, dan bersantap kari kambing limpahan juadah tetangga yang anaknya sedang aqiqah, tiba-tiba saya pening bukan buatan. Dari telapak kaki sampai batas paha, terasa dingin. Dari perut sampai pangkal leher, terasa panas. Jangan-jangan saya akan mati. Siapa yang menjadi pengabar kematian kalau saya mati?

"Apakah  aku akan mati, Bu?" tanya saya kepada istri yang diam di rusuk kamar. Dia sedang melipat seragam sekolah anak-anak.  

"Hus! Ngomong kok ngawur. Makanya, makan itu ingat-ingat. Abang ada darah tinggi. Dikasih tahu jangan makan kari kambing, kok ngeyel!"

"Siapa yang menjadi pengabar kematianku?"

"Jangan ngawur, ah!"

Istri pergi ke belakang rumah. Saya menjadi semakin takut. Mata saya berkunang-kunang. Sebentar saja, saya tak ingat apa-apa. Saya tertidur lelap karena kekenyangan bersantap juadah kari kambing yang sangat sedap.  Saat terbangun, kondisi saya sudah mendingan. Tapi, kepala masih pening. Saya terbangun karena mendengar celoteh si Otto di ruang tamu.

"Ada apa ribut-ribut?" Saya kuat-kuatkan badan, bergabung dengan anak istri di ruang tengah.

"Ini lho, Pak! Kata Otto ada yang mati di rumah Pak Barus," jawab istri.

"Jangan-jangan Pak Barus!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun