Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Petarung Sawah

3 September 2019   16:45 Diperbarui: 3 September 2019   17:04 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

kau sungguh tak pernah melihat
bagaimana mereka mengulit alam
dengan tangan dicencang
bahu memikul keinginan
dalam persebadan pagi dilarut embun
mereka menyusun kata-kata
di rumpun padi; tumbuhlah, buntinglah
menguninglah
sehingga mereka tertunduk-tunduk
terbongkok-bongkok
mendengar sayup puput memupuk musik
juga tulila alat tiup dari Tano Batak
dalam siat-siut angin yang rapat
serapat mata mereka melihat perempuan
mengandung ransum di kilat wajahnya;
makanlah, makanlah

tapi lekang waktu mengukir canda
menyabit usaha dari keringat dan air mata
menggerobak pedati, menyusu di penggilingan
bersama tawa tengkulak
nah, nah, mereka hanya dipuji dengan keuletan
tanpa tumbal berarti, selain hanya cukup
menukar hutang di kedai bahan pokok
hutang sandang-pangan, termasuk beras
serupa yang mereka kebiri dalam ketersiaan mereka

kaum jelata itu yang memberimu besar tumbuh
anakmu tinggi kukuh
tapi kau tahukah lagu mereka
sebentuk lagu yang tak puas mencintai alam
dari ketergantungannya pada sang miskin

Ujung Kata, 919

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun