temanku temanteman buaya
beradu malam dalam aduk kartu
beradu pula minuman mabuk
terkapar mati hati mencaci kapuk
bergelut busuk dalam setimpuk gelisah
dalam lenguh gitar menyentil kisah
menyingkap bangun di segala tingkap
duhai, taklah hati berurai sembab
pada cerita yang ditulis Tuhan-nya
dalam gelap berilah  pelita
setitik dian terangkan jiwa
bahwa langkah ke depan terbuka
langkah tiada penjara paksa
tersebab malam-malam kabut
menunggu pagi yang kusut
mata-mata memerah
dalam sangka tak berarah
temanku temanteman buaya
mengudap nasi tanpa membaca
semua harus menulis syair realita
di sini waktu tak terpiara
bagaimana pula bisa berkata
bila semua hanya sendawa?
temanku temanteman buaya
menganga mulut sok jawara
makan angin angan-angan
mengapung napas berbau menyan
kapankah tahu jalan pulang
entahlah kaki menuju hilang
tak pelak pula
ajal mendatang
menagih janji pada nyanyi, kartu remi
dan seloki kunci yang parang
Ujung Kata, 819