Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Menikah dengan Lelaki Bermasalah

16 Juli 2019   10:07 Diperbarui: 16 Juli 2019   10:46 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Menikah dengan Rat (nama samaran) membuatku berharap banyak, misalnya keluargaku akan terangkat dari garis kemiskinan. Karena dari penampilannya yang mentereng saat pertama kali kami bertemu, menunjukkan dia orang berada. Dan ternyata aku memang tak salah. Keluarganya memang lumayan berada. Sementara Rat sendiri adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan transportasi besar.

Perjalanan mahligai rumah tangga kami pun diawali dengan kemapanan. Meskipun kami hanya sanggup mengontrak rumah, yang penting sudah memisahkan diri dari orang tua. Bagaimanapun aku tak ingin bernasib seperti kakakku, masih mondok di rumah orang tua kendati telah bersuami dan memiliki dua orang anak.

Tapi berbulan setelah kami menikah, aku menemukan kekurangan sifat Rat yang fatal. Tentu saja bukan masalah perselingkuhan atau kasar terhadap istri. Hanya saja dia sering sekali berselisih faham dengan kawan sekerjanya. Kabar miring itu kudapat dari. Eno (nama samaran) yang selalu menjadi corong informasiku. Eno itu istri teman sekerja Rat.

Awalnya aku tak memperdulikan cerita perempuan itu tentang adu mulut antara Rat dan atasannya. Namun ketika dia menyuruhku menanyakan langsung kepada suamiku itu, barulah aku percaya seratus persen. Rat mengatakan bahwa dia memang sudah bertengkar dengan atasannya. Jadi, dia berharap aku tak usah menasihatinya segala. Dia tahu apa yang harus dia kerjakan, dan apa yang tidak.

Di lain hari Rat memukul orang yang lain divisi dengannya. Kebetulan bukan dari Eno kudapat beritanya. Namun langsung dari tubuh Rat. Karena ketika pulang ke rumah, pipinya sudah lebam-lebam. Tanpa kutanya, dia mengatakan sudah memukul seseorang di tempat kerja, dan orang itu balas memukul, bahkan mengajak temannya untuk mengeroyok Rat.

Takut akan terjadi hal yang tak diinginkan kepadanya, maka suamiku itu kunasihati matang-matang. Ternyata jangankan menerima nasihatku, dia malahan marah-marah. Bahkan sehari dia minggat dari rumah dan pergi entah ke mana. Aku ingin mencari tahu ke rumah mertua. Hanya saja dengan berbagai pertimbangan, masalah kupendam sendiri.

Di hari berikutnya Rat pulang dengan tubuh lesu. Dia menghempaskan sebuah map biru ke meja sambil mengatakan hidupnya sudah habis. Aku bingung tanpa berniat bertanya lebih lanjut. Map itu kubuka, lalu aku tersentak. Rat diberhentikan dengan tidak hormat dari perusahaan tempatnya bekerja. Pasal utama pemberhentiannya adalah karena dia berkelahi pada saat jam kantor dan di lokasi perusahaan.

Aku menenangkan Rat. Aku memberikan support bahwa masih banyak pekerjaan lain yang bisa dia kerjakan. Banyak perusahaan membutuhkan orang yang memiliki kecakapan seperti dia.

Nyatanya apa yang kuucapkan tak mengada-ada. Seminggu menganggur, dia sudah mendapat pekerjaan baru. Walaupun tak sehebat perusahaan sebelumnya, tapi jadilah sekadar mengebulkan asap di dapur.

Sepuluh minggu bekerja di perusahaan itu, Rat kembali diberhentikan tidak hormat. Dia bertengkar dengan seseorang, yang tak lain adalah istri pemilik perusahaan. Aku pun hanya mampu mengelus dada. Begitu mencoba menasihatinya, dia bungkam seribu bahasa. Bahkan imbas nasihatku, dia minggat ke rumah orang tuanya.

Aku kebingungan sendiri. Di hari-hari berkutnya, dia seperti tak bernafsu mencari pekerjaan baru. Meskipun kami tak lagi selisih faham, dia kurasakan seperti orang asing saja. Pagi-pagi dia sudah keluar rumah, kemudian tinggal di rumah orang tuanya hingga selepas maghrib. Setiba di rumah kontrakan kami, dia tak banyak omong selain langsung tidur atau sebentar menonton televisi. Begitu pula di hari-hari berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun