Saat kehilangan menepi di dinding Masjid, orang larat pada kepulangan, meralat ketakutan akan pertemuan, meski kehilangan itu medustai kepulangan, ketika tanah memutus kecintaan permukaan, dan dia rindu memeluk kedalaman.
Seharusnya kehilangan adalah saatnya kita menghadirkan, pesta pora akhirat yang mengokohkan tiang Masjid, sehingga tak ada sekat akan kepulangan, pada candu dunia memabukkan.
Harus berani memutuskan hiruk-pikuk kedustaan, ke cangkang kebenaran, monopoli keadilan, pada tiang gantungan, yang membuhul matinya arti kehidupan, bagi jelata yang angkat kaki sebelum bayangannya bisa memastikan.
Kehilangan itu saat menghadirkan, selalu fobia atas doktrin khilafah, karena sejatinya khilafah itu perwujudan dari kemurnian jati diri dari para khalifah, menyabur benih kebaikan, membaikkan wajah dunia sebagai sahabat, yang tak pernah melukai arti kesetiaan.
Aku hanya ingin menjadi khalifah, mengajakmu mematri kepastian, bahwa kehadiran itu selalu menyamai langkah yang tak risau akan kehilangan, karena kehilangan terkadang menikam kepulangan, dan penghadiran akan menstimulus bahwa setiap hela itu tetap bisa dieja keimanan membaja dada, menjaga kecintaan merawat jiwa.
Ujungpertemuan062015