Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Istana Coklat

8 Mei 2019   14:50 Diperbarui: 8 Mei 2019   15:00 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Alkisah di sebuah negeri antah-berantah, hiduplah seorang pemuda bernama Tagor. Dia pemuda yang senang makan. Tapi hidup yang miskin, membuat Tagor selalu merasa kekurangan makanan.

Di negeri tetangga, terkabarlah bahwa ada sebuah pabrik kue bernama Istana Coklat. Bukan main girangnya hati Tagor. Dia permisi kepada ayah-ibunya merantau, untuk memperoleh pekerjaan di Istana Coklat.

"Aku tidak bisa kekurangan makanan terus di sana! Aku ingin bekerja!" kata Tagor kepada ayah-ibunya.

"Pergilah, Nak! Doa kami menyertaimu. Semoga kau berhasil di negeri tetangga," jawab ibunya sambil meneteskan air mata.

Tagor pun berjalan menuju negeri tetangga. Di hari kedua, tibalah dia di sebuah kota yang ramai penduduknya. Dia menanyakan alamat Istana Coklat. Wah, siapa yang tak kenal tempat itu! Mereka langsung menunjuk ke arah bangunan yang atapnya runcing-runcing.

Tagor menemui seorang lelaki berwajah seram di depan pintu masuk.

"Apa tujuanmu ke mari?" tanya lelaki berwajah seram itu dengan mata melolot.

"Saya mau mencari pekerjaan, Tuan! Pekerjaan apa saja yang bisa saya lakukan di Istana Coklat ini," balas Tagor sambil menundukkan kepala.

Lelaki itu manggut-manggut. "Kebetulan sekali kau datang ke mari. Kami memang sedang mencari pekerja untuk membuat kue coklat yang banyak." Dia memerhatikan Tagor dari ujung kaki ke ujung kepala. "Sepertinya kau cocok bekerja di sini. Kau diterima!"

Ketika lelaki itu menyerahkan kepadanya selembar kertas yang harus dibaca baik-baik, Tagor hanya meringis. Dia langsung memasukkan kertas itu ke dalam kantong bajunya.

Dia melihat beberapa lelaki keluar dari sebuah pintu. Dia heran. Seluruh lelaki itu berbadan kurus. Alangkah bodohnya! Bekerja di Istana Coklat, tidak membuat mereka gemuk-gemuk. Batin Tagor mengumpat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun