Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Istana Coklat

8 Mei 2019   14:50 Diperbarui: 8 Mei 2019   15:00 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Tagor terbelalak ketika memasuki ruang utama Istana Coklat. Tumpukan kue-kue coklat, membuatnya menelan ludah beberapa kali. Dia mendekati kue coklat berbentuk angsa. Dicubitnya kue itu di bagian pahanya.

"Hei, kau tidak boleh melakukan itu!" tegur seorang pekerja.

"Kenapa rupanya? Kue-kue coklat ini gunanya untuk dimakan, kan?" jawab Tagor tidak senang.

"Kau pasti pekerja baru. Bacalah peraturan di dalam kertas yang diserahkan lelaki di depan pintu masuk tadi sebelum kau memulai pekerjaan. Nanti kau menyesal," jelas lelaki itu.

Tagor cuek saja. Ketika diberikan sebuah kamar untuk beristirahat sejenak, Tagor tergoda membaca isi kertas yang sudah kusut itu. Dia membacanya pelan-pelan; Pekerja dilarang mencicipi kue-kue. Pekerja bekerja sebulan penuh, kemudian harus pulang ke rumah masing-masing selama sebulan. Bagi pekerja yang masih di Istana Coklat, sedangkan dia harus pulang ke rumahnya, maka akan dihukum bekerja lagi selama sebulan penuh tanpa diberikan upah.

Peraturan yang aneh, gumam Tagor di dalam hati. Dia berniat melanggar larangan mencicipi kue-kue coklat. Tujuannya bekerja di Istana Coklat adalah agar bisa makan kue coklat sepuasnya. 

Tagor mulai menjalankan rencananya. Dari pagi hingga sore, dia bekerja membuat kue coklat. Malam harinya, ketika pekerja-pekerja lain sudah tertidur lelap, dia diam-diam keluar dari kamar. Dia mengambil beberapa potong kue dan memasukkannya ke dalam sebuah kantung besar. Dia pun puas menikmati kue-kue lezat itu di dalam kamarnya. Anehnya, perbuatannya tidak ada seorang pun yang tahu. 

Tidak terasa sebulan berlalu. Tagor telah menerima uang hasil jerih payahnya. Dia diharuskan pulang ke rumahnya. Wow, betapa senang hatinya! Dengan upah itu dia bisa membelikan ayah-ibunya pakaian baru.

"Tagor, giliranmu untuk pulang!" jerit lelaki yang sebulan lalu menerimanya bekerja.

Tagor tersenyum senang. Dia berjalan menuju pintu dengan gagahnya. Tapi saat hendak ke luar, tubuhnya tidak bisa melewati pintu itu. 

"Lho! Kenapa pintu ini menjadi kecil?" tanya Tagor heran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun