Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kemarin

23 April 2019   23:29 Diperbarui: 23 April 2019   23:38 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Kemarin ketika kita menjalin melody, kau masih hadir menjelma pijar, lampu-lampu taman mengajari cinta, kebutuhan saling membutuhkan.

Kau tuliskan kenangan di atas panggung harap, menyuratkan bahwa sisa sayangmu hanya untukku.

Kau katakan tanpaku kau hidup bagaikan lorong, sampai uban merajut usia, air mata bukan lagi luka, bahwa tarikan napas itu penyemangat, dipagut waktu, biarlah bisa asmara tak mengenal lupa.

Setelah perjumpaan, tentu menawarkan perpisahan, ketika air mata samudera memberitahu tak ada yang abadi, menyeretmu ke palung penyudahan, terkadang larat membuatku mengutuk ketidakadilan.

Aku gamang, seperti lelayang tak tentu arah, namun masih kuingat bisik tulusmu, dalam ciuman tanpa lekang, sisa cinta itu hanya untukku.

Saat ini tak ada penopang, lagu sunyi menyadap pantai, antara kau, sahabat, hidup kurasakan telah berpaling.

Kemarin itu, ada yang terlupa aku lakukan, mencium pelukmu seceruk tak berdasar, merengkuh bahu sahabat lebih dalam, sebelum untai kelam, mengabarkan angin dan hujan, menambah cuka nyeri luka dan harapan.

122018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun