Aku bayangkan raksasa yang ada di dalam hantu. Berambut gimbal dan kutuan. Hiii! Bagaimana jika giginya yang besar tajam itu mengerkah kepalaku?
Begitupun sering ketakutan mendengar dongeng ibu, tetap saja aku menagih cerita raksasa itu. Setiap malam, aku tak bisa lelap sebelum mendengar dia mendongeng. Selalu cerita yang sama; raksasa gigi kapak.Â
Pagi ini, selepas mengangon bebek ke sawah seberang desa, kulihat ibu sudah mencangkung di teras rumah. Aku terkejut, sekaligus ketakutan, manakala melihat di depannya ada seorang lelaki. Lelaki berambut gimbal dengan mata mencorong yang tertutup kacamata setebal pantat botol. Kemudian gigi-geliginya, ya... Tuhan! Besar dan seperti setajam mata kapak, pula jarang-jarang.Â
Lalu apa yang sedang mereka hadapi? Sebuah benda besar dan hitam. Kuali besi yang bisa menampung tubuhku. Apakah raksasa itu akan merebus sebelum memakanku?Â
Aku berlari masuk lewat pintu belakang rumah. Dari sana aku berjinjit menuju teras, mengintai mereka dari balik tirai kumal. Selintas-dua terdengar ibu menawar. Kemudian lelaki itu pergi sambil tersenyum misterius. Mungkinkah ibu tak menyadari rencana busuk lelaki itu? Dia adalah raksasa yang akan melahap anak-anak seperti aku!
Ibu sudah mewanti-wanti harus lebih hati-hati ketika bertemu dengan raksasa. Nah, sekarang, Ibu yang tak hati-hati.Â
Ibu tertawa ketika mendengar keluhanku. "Udin, Udin! Kau ini ada-ada saja. Masa' kau takut kepada Wak Dullah. Ingat, Din, raksasa itu hanya ada di dalam dongeng. Raksasa itu hanya muncul untuk menakut-nakutimu yang suka telat tidur."
"Tapi giginya setajam kapak, Bu!"Â
Ibu tak menjawab.Disuruhnya Kak Lukas dan Kak Sangkut membawa kuali besar itu ke gudang.
"Lalu, bagaimana dengan kuali besar itu? Dia pasti berniat merebusku, Bu!"