Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah Tuhan

21 Maret 2019   08:24 Diperbarui: 21 Maret 2019   08:37 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

"Maaf Bu Bedah. Saya bukannya ingin menuduh yang bukan-bukan. Kira-kira, apakah sebelumnya Pak Bedah punya simpanan?" Pak Rudin mencoba menyela pembicaraan. Mata Bu Bedah kontan setengah melotot. Bibirnya mendesis.

Pak Rudin salah-tingkah. "Maaf, maksud saya simpanan amalan yang menyalahi agama. Berguru ilmu-ilmu hitam, mungkin."

Bu Bedah meringis. "Setahu saya Pak Rudin, untuk hal-hal yang begituan, Pak Bedah bersih sama sekali. Lagipula, dia sangat taat menjalankan ibadah agama. Bukannya ria lho, Pak."

Pak Rudin tersipu.

Tiba-tiba Pak Bedah melambai ke arah Asmir. Semua orang terkejut. Asmir buru-buru mendekatkan telinganya ke mulut Pak Bedah.

"Asmir, siapa yang azan di masjid kita?" Pelan sekali lelaki itu berbicara.

Asmir tersentak. Kemarin sore, sepulang dari luar kota, Asmir sempat mampir ke masjid. Tapi pintunya terkunci. Tampak dari jendela kaca, lantai di dalam berdebu. Halaman masjid gersang dan berserakan daun. Ketika dia bertanya kepada Pak Rudin tentang kondisi masjid itu, jawaban yang didapat sangat meluluhkan hati. Tak ada orang azan di sana setelah Pak Bedah di rumah sakit. Apalagi sampai melaksanakan shalat. Pasal pintunya dikunci, karena warga takut peralatan elektronik di dalam masjid dimaling orang.

"Tak ada kan Asmir?" Pak Bedah menarik napas sangat berat. "Aku menitipkan masjid itu untuk kau makmurkan. Ajak warga, Pak Rudin, untuk jangan hanya pandai membangun masjid, tapi lebih dari itu bisa memakmurkannya." Ajaib, suara yang keluar dari mulut lelaki sekarat itu begitu lancar dan cenderung jelas. Wajah Pak Rudin sedikit memerah karena namanya disentil Pak Bedah. 

"Tak lama lagi shalat ashar tiba. Ajaklah warga shalat berjamaah." Hanya itu. Kemudian Pak Bedah diam.

Asmir, kemudian disusul Pak Rudin, pulang duluan demi melaksanakan keinginan Pak Bedah. Asmir buru-buru membuka pintu masjid, kemudian mengumandangkan azan ashar. Pak Rudin yang ngotot memaksa warga shalat berjamaah di masjid, akhirnya sedikit tersenyum lega. Ada sekitar dua puluh jamaah yang hadir. 

Sementara nun lima kilometer lebih dari masjid, Pak Bedah bisa bernapas lega. Seolah mendengar suara azan dari mulut Asmir, dia menikmatinya sambil memejamkan mata dan tersenyum. Bu Bedah dan beberapa orang yang ada di ruangan itu juga ikut tersenyum. Mereka tak tahu kalau senyuman Pak Bedah adalah senyuman untuk yang terakhir kalinya.

----sekian----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun