Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bika Ambon

15 Maret 2019   11:37 Diperbarui: 15 Maret 2019   12:22 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inong menatap keluar jendela. Hampir gelap. Gerimis tipis mengaburkan pandang. Ibu yang masih asyik menyulam di sudut ruangan, acuh. Sulaman itu membuatnya tenggelam sangat dalam. Tak sadar dia angin yang menerabas jendela, melambaikan tirai, dan sesekali menghempas pelan daun jendela. Tempias hujan memercik ke lemari dan sofa. Apakah ibu melupakan sesuatu? Tentang ayah dan bika ambon? Aduh, nyeri betul geraham Inong! Tapi  kelezatan bika ambon, dia yakin bisa melenyapkan segala sakit yang menyeri gigi itu.

"Apakah ibu lupa?" tanya Inong sambil menggulung-gulung lengan baju.

Ibu menatap putrinya, lalu beralih menatap ke luar jendela. Seketika dia melemparkan sulaman ke sofa. Menghidupkan lampu. Menutup jendela, merapatkan tirai. Sebentar itu adzan maghrib berkumandang. Pertanyaan Inong menggantung. 

Setelah mereka shalat maghrib berjamaah, dilanjutkan makan malam, Inong menanyakan hal yang sama. Ibu mengernyit tak paham.

"Lupa apa, ya? Lupa karena hari sudah menjelang malam, dan ibu  lupa menutup jendela?" Dia menatap lekat mata putrinya. Gelengan halus membalas tatapannya. "Hmm, apa, ya? Ibu bingung."

"Ibu suka lupa! Bika ambon!" keluh Inong. Dia menyilangkan dada di depan dada. Pura-pura merajuk. Seketika terbitlah senyum ibu yang tulus. O, itu rupanya yang membuat anak sibiran tulang bermuka masam sejak sore. 

"Ayah tak akan lupa membawa bika ambon. Tapi..., apakah kau rindu bika ambon atau ayah?

"Dua-duanya!"

Ayah telah lima hari berkunjung ke rumah Uwak Salasa di Medan. Sementara dia berencana hanya tiga hari di sana. Berhubung ada urusan mendadak, ayah baru pulang dua hari kemudian, atau paling lambat sore tadi. Tentu saja tak lupa dengan oleh-oleh bika ambon kesukaan Inong.  

"Tadi ayah menelepon, bus yang dia tumpangi rusak. Mungkin beberapa jam lagi ayah akan tiba. Ayah juga menanyakan, apakah gigimu masih sakit?"

Mata Inong membola. "Masih sakit, sedikit. Tapi Inong tak takut makan bika ambon." Dia tertawa. Ibu mencubit pelan hidung bangir si mungil itu. Sebentar saja mereka terdiam sambil menikmati sop hangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun