Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Sang Peracik

10 Februari 2019   17:48 Diperbarui: 10 Februari 2019   22:34 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

"Kabar-kabarnya para perempuan berencana mendemonstrasi kau," kata Roji pada suatu pagi yang mendung. 

"Karena apa? Karena makanan yang aku jual, ya?" tanya Salmiah bersedih. Roji tidak langsung menjawab sebelum nasi uduk yang dia kunyah melewati tenggorokan. 

"Mereka takut kehilangan para lelaki. Setiap kali makan siang dan makan malam, lelaki-lelaki itu bless lenyap begitu saja dari rumah mereka. Setiap kali kumpul bersama, perbincangan selalu tak lepas dari Salmiah dan makanan yang kau jual." Roji menjelaskan panjang-lebar.

Salmiah kebingungan. Dia bimbang apakah akan menutup warungnya. Dia menanyakan kepada Roji. Dia meminta saran kepada lelaki membujang yang sedang mabuk kepayang itu. Tentu saja gayung bersambut. Ide yang tertanam di otak lelaki itu siap ditumpahkan.

Pertama-tama demi ketenteraman bersama, Salmiah memang harus menutup warungnya. Dia kembali seperti dulu, penjual bumbu racik. Kedua, dan yang paling utama adalah.... Roji tidak melanjutkan ucapannya. Pipi Salmiah pun merah dadu, setelah lelaki itu melanjutkan ucapannya. 

Seumur-umur Salmiah baru rasakan ada taman bunga tumbuh di hatinya. Dia menjadi gadis remaja yang paling bahagia. Kalau boleh menari, dia akan menari. Tapi, dia malu. Tentu perempuan setua dan segemuk dia terlihat lucu kalau menari. Dia memilih bernyanyi-nyanyi kecil demi meredam gejolak di dalam hatinya.

Besok ketika kau melintas di warung Salmiah, warung itu telah menjelma tempat sekumpulan ayam bertengger. Ke mana gerangan Salmiah sekarang? Kau tentu saja tidak harus kecewa. 

Berpuluh meter dari bekas warung itu, Salmiah sedang melayani pembeli bumbu racik. Ramai sekali pembeli itu. Penuh  berjubel. Dia berjualan di toko Roji. Kau tentu tahu kenapa.

Pada awalnya para pembeli di warung Salmiah---maksud saya warung makan itu--- sangat kecewa karena warung itu telah ditutup. Ada keluh-kesah tidak jelas. Tapi, itu terjadi hanya sementara waktu. Semua kelezatan makanan kembali ke rumah. Salmiah tidak lagi dibenci para perempuan di sekitar itu. Dia kembali menjadi idola. Tetap menjadi idola. 

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun