Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Si Gombak

11 Januari 2019   21:13 Diperbarui: 11 Januari 2019   21:51 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Masya Allah!" Perempuan tua hanya dapat mengelus dada. Sementara Gombak bergegas ke warung gerobak Cek Mok demi membeli sebotol topi miring. Dia ber-hay-hay dengan beberapa pedagang yang dia kenal. Mereka menjawab dengan tawa dibuat-buat. Padahal, hati mereka merutuk, kapan pula si Gombak bisa mampus. Kalau bertemu musuh sepadan, kiamatlah dia.

Gombak memanggil Masing tatkala sebotol minuman sudah dicekiknya. Mereka langsung pergi ke lorong gelap sambil menggelar kertas koran. Pesta pun dimulai. Masing-masing sudah membawa persediaan kacang goreng. Lengkaplah pesta, apalagi kawan Gombak ini pandai bernyanyi. Seperti di kafe saja. Gombak, Gombak! Dia sudah buta dunia. Dia tak tahu kalau bininya telah dicarter seorang panitia acara dangdutan BKB di hotel kelas melati. Tapi, andaikan pun dia tahu, paling tidak hanya kata "persetan" yang keluar dari mulut gimbalnya.

Tak cukup setenggak dua tenggak, minuman itu habislah sudah. Masing sudah menceracau, nyanyinya menjadi kacau. Dia sudah kenyang karena ulu hatinya terpilin-pilin alkohol. Sedangkan, Gombak masih kekurangan. Baginya, minuman keras sama dengan minuman ringan. Hanya menggeli-gelikan lambung. Tapi, demi membeli berbotol yang lain, dari mana lagi uangnya? Sisa membeli topi miring, rencananya membeli sate Padang sebagai pengganjal perut hingga subuh. Apa akal?

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Dua lelaki kebetulan melintas menuju Sungai Musi. Mereka berjaket hitam dan kelihatan rapi. Mungkin lipatan uang di dompet mereka juga rapi dan bersih. Nominalnya pasti berlebih demi membeli berbotol topi miring.

Terhuyung Gombak mengadang kedua lelaki itu.

"Ada minuman tidak?" tanyanya.

Kedua lelaki itu saling bersitatap. Mereka menggeleng pelan.

"Uang?"

"Ada! Tapi itu ongkos jet foil ke Bangka besok pagi. Sudahlah! Minggir sana!" Lelaki yang bertubuh gempal, menepiskan tangan Gombak.

Berdesir juga darah jawara pasar ini. Seumur-umur menjajah Pasar 16 Ilir, baru malam ini dia diperlakukan serupa sampah. Apa mereka tak pernah mendengar nama Gombak? Apa mereka tak takut pantangan Gombak apabila mencabut si belo dari pinggangnya? Jangan harap bisa dimasukkan kembali kalau ujungnya tak membasahi perut orang.

"Melawan, ya? Orang baru? Pendatang, ya? Kalian tak kenal si Gombak? Inilah dia di hadapan kalian!" Gombak membuka bajunya untuk kedua kali, setelah tadi dia mempertontonkan perutnya yang telanjang kepada penjaga pasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun