Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suatu Kali di Rumah Sakit

28 Juni 2021   09:33 Diperbarui: 28 Juni 2021   09:44 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Akan hal Parbalun, tak tobat juga. Minum minuman keras terus, hingga mengoplos segala. Siapa yang menyangka ketahanan fisknya berbatas, sehingga dia sekarat. Saya dan istri kedua itu tak menyangka kejadian selanjutnya ketika kebetulan suster berkunjung. Diamnya Parbalun,  pertanda dia sudah tewas. Saya terkejut dan ingin menangis. Namun, istri keduanya itu menyikapi tanpa ekspesi. Wajahnya terlihat datar saja, mengurus segala persyaratan agar jasad suaminya bisa keluar dari rumah sakit ini.. Dia pun santai saja permisi kepada seluruh penghuni bangsal. Lalu, tak lebih setengah jam setelah dia dan jasad suaminya menghilang di balik pintu, terdengar suara sirine lamba-laun menjauh. Mungkin sirine mobil jenasah yang membawa jasad Parbalun.

Suasana bangsal kembali seperti sediakala. Yang batuk kembali batuk. Yang sedang bulan madu berceloteh riang laksana sepasang prenjak sedang bercinta. Dan lelaki di sebelah kanan saya sukses membuat "lompatan" yang memukau. Saya terkejut melihatnya didatangi gadis hitam manis berlesung-pipi. Saya menebak dia putri lelaki itu. Ternyata biar pun lihay menebak, ada kalanya saya salah. Gadis hitam manis itu bukan putrinya, melainkan istrinya.

"Istri kedua, ya?" Saya berharap tidak salah menebak. Lelaki itu menjawab  jika si gadis hitam manis adalah istri pertama sekaligus terakhir. Saya seperti terkena upper cut telak.

Istri saya  tiba-tiba  mengabarkan lewat ponsel, dia masih banyak pekerjaan di kantornya, setelah dia  pulang dari luar kota.. Mungkin agak senja dia akan datang membawa buah tangan sebuket bunga dan sekotak coklat. Oh, tidak! Hanya sebuket bunga. Saya tidak suka yang manis-manis, membuat gigi ngilu. Lagi pula, saya tak ingin menambah penyakit gula, selain penyakit asam urat yang saya derita saat ini.

"Istrinya, ya?" celetuk lelaki di sebelah kanan saya seakan mengejek. Sejak perempuan hitam manis itu berdiri di sebelahnya, dia menjema cucakawa.

"Yang mana?" Saya pura-pura bodoh.

"Yang bertelepon barusan."

"Oh. Iya." Saya mengangguk ragu-ragu. Dia menebak asal-asalan, istri saya tak datang hari ini. Saya membuang muka, merasa kesal. Saya fokus melihat sepasang pengantin muda itu kedatangan tamu. Satu, dua, tiga... O, mereka ada lima orang. Tiga perempuan gendut, barangkali.cerewet, dan dua lelaki kurus seperti lidi. Mereka bisa jadi dua pasang suami-istri. Tidak, saya salah. Mau dikemanakan perempuan gendut satunya. Kasihan, dia tidak memiliki pasangan. Saya putuskan mereka lima bersaudara. Namun, saya meralat, mereka mungkin kawan sekantor, karena tak satu pun wajahnya yang mirip.

Mereka seakan hendak berpesta. Kue tert dan beberapa bungkus panganan, atau nasi padang, saya tak tahu, demikian saja ditarok di atas dipan mengundang selera. Namun, ini selera ingin tertawa mengelitik perut. Apa yang mereka tunggu itu membuat saya geli;  suara  kentut? Mereka sedang menunggu pasien itu kentut? Lucu sekali! Saya tak dapat membayangkan bunyi yang memalukan itu---apalagi didekat pacar---menjadi sangat berharga. Dan ketika bunyi berbau busuk itu terdengar samar, pesta dimulai. Bangsal beraroma  kue dan nasi padang, bukan bau busuk kentut. Saya mendapat bagian sepotong kue tart.

"Dia beberapa jam lalu operasi usus buntu," kata si gendut saat menyerahkan saya sepotong kue tart  itu.

Saya menjelma sedih. Sopir saya datang beberapa saat kemudian. Dia mengabarkan istri saya tak akan datang kecuali besok pagi. Dia yang akan menjaga saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun