Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Amba Penggembala Domba

26 Desember 2020   10:00 Diperbarui: 26 Desember 2020   10:01 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tersebutlah seorang pemuda bernama Amba yang tinggal di pinggiran kota. Saat berusia hampir tiga puluh tahun, berkata ibunya agar dia segera menikah karena si ibu ingin menimang cucu sebelum tangan maut memisahkannya dari kenikmatan dunia.  

Amba meminta ibunya agar memberi saran calon istri yang cocok. "Nikahilah Sarifah, putri Wak Zaman," kata ibunya sambil tersenyum. 

Mendengar nama itu, Amba mulai gelisah. Wak Zaman pengusaha kaya-raya, dan mungkin memiliki putri yang cantik jelita. Sementara Amba hanya penggembala domba. Bagaimana mungkin Amba dipercaya dapat menghidupi Sarifah? Sementara untuk mencukupi kebutuhannya berdua ibu, sering tersendat.

Ibunya menenangkan keresahan Amba. Sebagai pengusaha kaya raya, Wak Zaman tak akan mudah mencari calon menantu terbaik bagi putrinya. Tapi sebagai Ustadz, si ibu yakin, Wak Zaman lebih tahu siapa yang layak menjadi menantunya. 

Dengan perasaan gundah berangkatlah Amba ke rumah Wak Zaman. Betapa terkejutnya dia, ternyata telah ada tiga pemuda yang hendak melamar Sarifah. Di antara mereka Amba-lah yang paling miskin. Dia hanya membawa sepeda motor butut. Sementara mereka memiliki mobil mewah keluaran terbaru.

"Baiklah," ucap seorang lelaki tua kepada keempat pemuda di depannya, "berhubung Wak Zaman sedang ada urusan penting, dengan berat hati dia memundurkan acara ini. Tapi besok mudah-mudahan dia lapang." Alangkah senangnya hati Amba. Dia masih memiliki waktu sehari sebelum menemui kegagalannya. Lelaki tua itu meminta mereka berempat ke rumah Pak Zaman pukul enam sore tepat.

"Pukul enam sore tepat?" Ibunya terkejut mendengar cerita Amba. Dia menyarankan agar ke anaknya rumah Pak Zaman sekitar pukul 6 lewat 30 menit.

"Tapi itu artinya aku terlambat dan tak bisa memberikan ibu menantu." Amba mendesah. Si ibu menguatkan hati anaknya. Dia kembali mengatakan bahwa Wak Zaman tahu siapa yang layak menjadi menantunya.

Ternyata apa yang ditakutkan Amba terjadilah. Sesampai di rumah Wak Zaman, ketiga pelamar itu sedang berbincang dengan si lelaki tua. Melihat kedatangannya, si lelaki tua tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya, lalu menghalangi Amba masuk ke dalam rumah.

"Kau ingat kan perintah yang aku katakan kemarin? Pukul 6 tepat. Ini sudah jam berapa?" ketus lelaki itu.

"Hampir pukul 7, Pak," jawab Amba cemas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun