Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Lorong Rona] Hari Kelima

7 April 2020   12:22 Diperbarui: 7 April 2020   12:46 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Hari Pertama, Hari Kedua, Hari Ketiga, Hari Keempat

Aroma sayur kol segar membangunkannya. Mobil pick up masih merayap, meninggalkan jejak cahaya dari lampu jalan. Ada warung pecel lele yang masih buka, aroma wedang jahe menyegap, perempuan-perempuan yang melambai genit. Pukul berapa sekarang? Batuknya semakin santer. Dia teringat tadi siang di lapo tuak. "Manahan, kau bencong, ya?" Terngiang ejekan itu. Cukup sudah! Dia mempertaruhkan keberanian. Lima gelas berhasil mengaduk isi lambungnya. Dia sempoyongan. Seiring tepukan riuh, tubuhnya terhempas di tumpukan sayur kol.

Pukul berapa ini? Matanya masih berkunang. Dia mulai resah. Sial! Dia sudah lama bertobat tak akan mabuk lagi. Setelah lima gelas brengsek itu, tulang-tulangnya remuk redam. Bronchitisnya kembali kumat. Dia kesel, menendang pantat Salohot. "Hai, Bagudung! Jam berapa sekarang?"

"Ah, Abang ini. Tak bisa lihat orang senang!" Salohot memicing. Di antara kilat lampu jalan, dia meneriakkan sebuah angka.

"Masih dini hari. Dingin sekali." Manahan menggosok telapak tangan agar lebik hangat. Seharusnya malam ini dia bisa menghabiskan malam di dalam selimut bersama Salmah. Dia sudah tiga hari makan telor bebek setengah matang, ditaburi serbuk lada hitam. Lalu tugas sialan itu menghadang niat. Bos Samsir memerintahkannya mengirim barang bagus ke kota. Mumpung pengawasan longgar. Petugas lebih hati-hati berkenaan Covid-19, bukan berkenaan narkoba. Tetapi  apakah harus malam ini?

Mobil pick up terangguk-angguk. Mesin mati. Kepala Manahan terantuk tumpukan sayur kol. Untung saja sayur kol itu bukan terbuat dari besi. Manahan kesal memukul kabin. "Bagudung! Otak kau di mana? Kalau melintas di POM bensin, tangki diisi penuh dong!"

Sebentuk kepala keluar dari jendela kabin. "Ada pemeriksaan di depan, Lae." Manahan melihat antrian mengular. Belasan orang berseragam berwajah kurang sangar. Hmm, paling-paling pengawasan Covid-19. Dia kecut membayangkan sabu-sabu yang disembunyikan di dalam beberapa sayur kol.

"Hei, bangun kau!" Dia kembali menendang pantat Salohot. Yang ditendang langsung duduk sambil menggerutu. Dia berjongkok, menyarungkan selimut di kepalanya. "Kau harus waspada. Jangan sampai aparat mengetahui apa yang kita bawa."

Batuk Manahan semakin santer. Di sela batuk, dia mengedip kepada Salohot. Mudah-mudahan aparat hanya mencurigai Manahan positif Corona-19, bukan positif membawa narkoba. 

Seorang aparat mendekat. Salohot ligat mengatakan bahwa kawannya yang berhidung pelepah kelapa itu, sepertinya terkena Covid-19.

"Benar sekali, batuk-batuknya mencurigakan." Aparat memilin kumisnya. "Tapi sayang, kami bukan sedang memantau Covid-19, melainkan kami sedang menjaga agar narkoba tidak masuk ke kota. Ada informasi barang haram itu sekarang mulai bergerak."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun