Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Laga Ayam

10 November 2019   22:16 Diperbarui: 10 November 2019   22:20 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dari Karen Arnold

Sorak-sorai anak memenuhi pinggiran kampung itu. Di antara mereka ada yang masih memakai pakaian sekolah. Mungkin saja mereka belum makan siang. Waktu menunjukkan pukul 13.00 tepat. Tontonan yang mereka kerumuni lebih menarik perhatian.

Igo meneriakkan  Balak. Itu adalah nama ayam jago berbulu hitam. Amar pun meneriakkan  Osom, nama ayamnya yang tiba berkokok nyaring.

"Main, main!" teriak anak-anak.

"Kau yakin akan melaga Osom? Sudahlah, Mar! Mengadu binatang itu tak boleh. Ketahuan ibumu, kau bisa mampus." Sejak tadi Usin berusaha membujuk Amar agar mengurungkan niatnya melaga ayam. Tapi dasar anak ini membandel, Usin malah didorongnya menjauh.

Ayam mulai berlaga. Saling menghantam bersemangat seakan terpengaruh sorak-sorai anak. 

Osom beberapa kali hampir memenangkan laga. Akhirnya Balak berhasil memjadi juara. Ayam milik Amar terkapar tak berdaya. Kakinya pincang.

"Apa kubilang. Ibumu akan marah besar." Usin meninggalkan kerumunan anak yang mengelukan Balak. Sementara Osom diteriaki ayam sayur. Bagusnya dia dikari saja.

Amar membawa pulang ayamnya yang terkulai tak berdaya. Benar kata Usin, saat ibu Amar mengetahui tentang laga ayam itu, dia langsung marah-marah. Amar dihukum mengisi bak hingga penuh. Alangkah capeknya!

Selepas makan dia tertidur. Dia melihat Osom terpincang-pincang. Sementara di sebelahnya, Igo sudah memasang kuda-kuda.

"Ayo, mulailah bertarung!" teriak Osom. Sebuah pukulan telak dari Igo mengenai rahang Amar. Sakitnya bukan kepalang. Gigi geraham anak ini tanggal. Aduh, ternyata tidak enak dilaga itu. Amar ingin meminta maaf kepada Osom.

Tapi ayam itu dimana? Amar terbangun. Ternyata dia hanya bermimpi. Dia bergegas ke kandang ayam, tapi tak menemukan Osom. Dia takut-takut memanggi ibunya.

Si ibu yang sedang asyik di dapur, langsung bertanya, "Ada apa, Amar?"

"Ngg, Amar mau tanya, Osom di mana, Bu?"

"Kau pikir di mana? Ya, di dalam kualilah. Mau ibu jadikan kari. Ketimbang mati, kan sayang!"

Amar seperti mendengar petir di siang bolong. Kasihan Osom, sudah kesakitan dilaga, ibu Amar pun memasaknya. Bagaimana cara anak ini meminta maaf kepada Osom?

Ibu jatuh kasihan melihat anaknya meneteskan air mata. Si ibu mengatakan Amar ada di gudang agar bisa istirahat tanpa diganggu ayam lain.

"Ayahmu sudah mengobatinyan," kata ibunya. Ayah Amar memang bisa mengobati patah tulang. Hanya saja untuk manusia. Apakah dia bisa mengobati kaki ayam yang patah?
Amar tak peduli. Dia berteriak suka-cita. Dia berjanji kepada ibunya tak akan melaga ayam lagi.

GCP, 101119

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun