Mohon tunggu...
Politik

"Continues and Changes", Lalu Terbentanglah Jembatan Suramadu

1 April 2018   18:57 Diperbarui: 1 April 2018   19:39 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden ke-6 RI SBY kerap menitipkan pesan 'continues and changes' kepada bangsa Indonesia. Bahasa sederhananya, melanjutkan perubahan jadi lebih baik. Partai Demokrat menerjemahkan pesan ini jadi 'yang sudah baik lanjutkan, yang belum baik perbaiki'.

Di Kota Surabaya pesan ini terasa benar. Ada monumennya, yakni Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa (Surabaya) dan Pulau Madura (Bangkalan). Kita sama-sama paham pembangunan Jembatan Suramadu bertujuan untuk mempercepat pembangunan di kawasan Madura yang dahulu relatif tertinggal ketimbang daerah-daerah lain di Jawa Timur. Tujuan baik ini yang memahatkan cetak tangan 6 Presiden RI dalam pembangunan Jembatan Suramadu.

Gagasan pembangunan Jembatan Suramadu sudah muncul di era dekade 1960-an, semasa pemerintahan Sukarno. Tetapi gagasan itu baru bergeser jadi aksi nyata pada dekade 1980-an, saat Mantan Gubernur Jatim Mochamad Noer bersama Prof Dr Sedyatmo, penggagas fondasi cakar ayam, menyampaikannya  kepada Presiden Suharto.

Singkat kata Menristek B.J. Habibie, yang belakangan menjadi Presiden RI ke-3, mengerahkan para ahli untuk menindaklanjutinya. Sayangnya, Indonesia keburu digoncang krisis moneter sehingga rencana itu  terhenti. Rencana pembangunan Jembatan Suramadu sempat tenggelam karena pemerintah fokus untuk memperbaiki perekonomian nasional.

Baru pada era Presiden RI ke-4 Abdurahman Wahid, rencana itu terbit kembali. Dengan segala keterbatasan akibat gejolak sosial-politik yang tinggi serta orientasi penguatan otonomi daerah, proyek Jembatan Suramadu terseok-seok.

Saat Megawati Sukarnoputeri menjabat Presiden RI ke-5, situasi Indonesia sudah mmebaik. Gagasan pembangunan Jembatan Suramadu muncul kembali. Pemprov Jatim dibawah kepemimpinan Imam Utomo kerap mengingatkan pemerintah pusat perihal pentingnya pembangunan jembatan ini. Hingga akhirnya pada 20 Agustus 2003, Megawati meresmikan pembangunan awal (ground breaking) Jembatan Suramadu.

Transisi kekuasaan pasca Pilpres 2004 tidak menghentikan rencana ini. Pembangunan secara serentak, dari bagian tepi Madura dan bagian tepi Surabaya, terus berlangsung di masa SBY. Hambatan demi hambatan diselesaikan. Perkara pendanaan, diurun-rembukan solusinya. Akhirnya, pada 10 Juni 2009, mimpi setengah abad itu akhirnya terwujud.

Perkiraan biaya pembangunan jembatan ini adalah sekitar Rp 4,5 triliun, dan pelaksanaanya melalui masa pemerintahan 5 presiden. Tak heran dalam pidato peresmian pembukaan Jembataan Suramadu, SBY turut menyampaikan terimakasih kepada para pendahulunya.

Dari sini benarlah apa yang disampaikan SBY terkait proses pembangunan itu.

Pembangunan adalah sebuah proses jangka panjang, bukan proses sekali jadi, bukan proses satu tahun-dua tahun, lantas selesai, dan jelas, it is not an event.

 Harapannya, semoga Jembatan Suramadu ini benar-benar jadi pengingat para pemimpin Indonesia. Bahwa seorang pemimpin tidak bisa terlepas dari pendahulunya. Harus 'continues and changes', mesti berpikir 'yang sudah baik lanjutkan, yang belum baik perbaiki'.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun