Mohon tunggu...
Ahmad Ridwan S
Ahmad Ridwan S Mohon Tunggu... Lainnya - Iwenk

Hiasi dirimu dengan kemaksiatan bukan dengan ketaatan 'Syeikh Ibnu Athoilah

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Bagaimana Politik Hukum HAM Indonesia terhadap Penegakan Hukum Pelanggaran HAM Berat?

17 Juli 2020   07:05 Diperbarui: 17 Juli 2020   07:03 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rri.co.id

Pelanggaran hak asasi manusia terbagi dua macam, ada pelanggaran biasa (isolated crime), dan pelanggaran hak asasi manusia berat (gross violation of human rights) atau sering disebut extra ordinary crimes. Pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia dapat dikategorikan dalam tiga katagori diantaranya pemerintah, kelompok dan individu. Apabila dilihat dari segi hubungan hukum dan hak asasi manusia, maka pada dasarnya pelanggaran hak asasi manusia merupakan pelanggaran hukum.

Pelanggaran hak asasi manusia biasa diadili melalui badan peradilan umum baik pidana ataupun perdata bagi rakyat sipil, sedangkan bagi militer berlaku proses peradilan militer. Diantara pelaku bisa individu atau kelompok dan korbannya juga terbatas, serta motif perbuatannya hanya berkisar pada masalah pribadi.

Berbeda dengan pelanggaran hak asasi manusia biasa, pelanggaran hak asasi manusia berat memiliki ciri-ciri yang dampaknya meluas (skala nasional atau internasional), menimbulkan kerugian baik materiil maupun immaterial yang mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perorangan maupun masyarakat serta pelanggaran hak asasi manusia berat bukan semata-mata masalah hukum (legal heavy), tetapi juga sarat dengan masalah politik (political heavy) baik berupa kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7, Pasal 8 serta Pasal 9 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 ditegakkan melalui Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Dalam upaya perlindungan, Negara memiliki kewajiban perlindungan yang dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, perlindungan hukum preventif, yaitu rakyat mendapat kesempatan mengajukan keberatan untuk mencegah terjadinya sengketa serta perlindungan hukum represif yang khusus untuk menyelesaikan sengketa.

Penegakan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum, bilamana diperlukan aparatur penegak hukum tersebut diperkenankan menggunakan daya paksa. Penegakan hukum tersebut ditujukan sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum para subjek hukum yang bersangkutan maupun penegak hukum yang telah diberikan wewenang oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum khususnya hukum hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lahirnya UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM UU Pengadilan HAM merupakan refleksi turunan ketentuan konstitusional di UUD 1945 khususnya Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 J tentang Hak Asasi Manusia. Masalahnya, ketentuan-ketentuan yang dijabarkan di pasal-pasalnya perlu ditelaah lebih mendalam apakah dapat merespon kebutuhan untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, dan bisa saja bahwa tindak pidana pelanggaran HAM berat menurut Muladi merupakan salah satu bentuk khusus kejahatan politik (political crimes) yang memilliki nuansa khusus yaitu penyalahgunaan kekuasaan dalam arti para pelaku berbuat dalam konteks pemerintahan dan difasilitasi oleh kekuasaan pemerintah selaku fasilitator.

UU tentang Pengadilan HAM sendiri mengatur mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai persidangan dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Namun sangat disayangkan sebagian besar aturannya masih menginduk pada KUHAP. Padahal di sisi lain, kasus pelanggaran HAM berat memiliki karakteristik tersendiri. Hal ini mungkin sejalan dengan hasil identifikasi Romli Atamasasmita tentang adanya perbedaan pelanggaran HAM berat dengan kejahatan biasa diantarnya:

(1) Pelanggaran HAM berat bersifat universal, sedangkan kejahatan biasa lebih dominan local content;

(2) Pelanggaran HAM berat memiliki sifat sistematis, meluas dan kolektif dengan korban yang bersifat kolektif, sedangkan kejahatan biasa bersifat spontanitas, berencana dan kasuistik dengan korban pada umumnya individual;

(3) Terhadap pelanggaran HAM berat dapat dituntut dan diadili di negara manapun, sedangkan terhadap kejahatan biasa dituntut dan dipidana di negara tempat tindak pidana (locus delicti). Tersangka/terdakwa dituntut dan diadili di negara lain sangat tergantung dari perjanjian bilateral yang disepakati masing-masing negara;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun