Mohon tunggu...
Ridwan Saleh Fadillah
Ridwan Saleh Fadillah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Jurnalistik

Saat ini sedang belajar di Jurnalistik Unpad. Menyukai tema mengenai budaya, kuliner, teknologi, dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jeritan Rakyat Kecil Karena Pandemi Virus Corona

4 Juni 2020   01:04 Diperbarui: 4 Juni 2020   00:55 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto 1 Penjual es dawet hitam memasang tulisan "Jeritan pedagang pandemi virus corona" corona. (Ridwan Saleh)

"Mau gimana lagi, di sini (Karawang) Saya susah banget. Apalagi sekarang ngga bisa mudik. Sehari dapat 100 sampai 200 ribu (rupiah) saja sudah syukur" begitulah curhatan pedagang Es Dawet Hitam yang terdampak pandemi Covid-19 mendekati hari raya lebaran Idul Fitri.

Hari raya Idul Fitri seharusnya menjadi ajang suka cita seluruh masyarakat. Umat islam ataupun tidak, semuanya selalu menunggu momen untuk berkumpul, saling memaafkan dan memakan ketupat bersama seluruh anggota keluarga. Namun tahun ini, momen-momen tersebut harus ditunda terlebih dahulu karena adanya pandemi Covid-19.

Tidak bisanya masyarakat untuk ngabuburit mencari takjil untuk berbuka, tidak bisa berkumpul seraya berbuka bersama kolega, dan tidak bisa mudik dan silaturahim ke kampung halaman di hari lebaran berdampak pada perkonomian masyarakat kelas bawah yang memanfaatkan bulan puasa dan lebaran Idul Fitri untuk mencari pundi-pundi rupiah.

Mereka juga terpaksa tidak bisa mudik ke kampung halaman. Karena selain adanya larangan mudik dari pemerintah, uang yang mereka dapat dari hasil berjualan tidak cukup untuk membiayai mudik. Padahal hasil mereka berjualan di tempat rantau nya tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.

Ditambah lagi, sejak 15 Maret 2020 Presiden Joko Widodo mengimbau masyarakat untuk bekerja dari rumah. Mengutip dari Tirto.id, kebijakan tersebut berakibat pada 1 juta pekerja informal dirumahkan dan 690 ribu orang di-PHK akibat Covid-19.

"Informasi saya terima ada sekitar 1 juta lebih pekerja informal yang telah dirumahkan dan 375.000 pekerja formal yang terkena PHK. Sedangkan untuk pekerja informal diperkirakan sekitar 315.000 yang terdampak," ucap Jokowi saat membuka rapat secara teleconference, kamis (30/4/2020)

Lebih lanjut, menurut data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), sampai 1 Mei 2020 ada 1.722.958 pekerja terdampak COVID-19. Dari angka tersebut, 1.032.960 pekerja di sektor formal dirumahkan dan 375.165 orang lainnya di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Sisanya, sebanyak 314.833 pekerja di sektor informal turut terkena dampak COVID-19.

Dampak Covid-19 pada Pedagang Kaki Lima

Anto dan Sukini salah satunya. Pasangan suami istri penjual Es Dawet Hitam yang sehari-hari mangkal di seberang SMPN 2 Telukjambe ini mengaku kalau mereka tidak bisa mudik karena ditutupnya berbagai akses untuk keluar dari Karawang.

Selain itu, pasangan asal Purworejo ini mengaku sulit untuk mendapatkan keuntungan diatas Rp.200.000, padahal jika tidak ada peraturan PSBB dan ramai pembeli mereka bisa meraup keuntungan lebih dari RP.500.000. "Dapat Rp.100.000 atau Rp.200.000 saja sudah syukur," Terang Sukini saat ditemui di gerobak tempatnya berjualan.

Sama dengan Anto dan Sukini, Joko, penjual Tahu Gejrot asal Brebes ini mengaku kesulitan dan pasrah dengan kondisi saat ini. Karena tidak bisa mudik, penjual yang menjajakan tahu gejrot dengan motor kesayangannya tersebut terpaksa harus tetap berjualan walaupun hasilnya tidak seberapa. "Segini juga sudah bagus," kata Joko saat ditemui langsung.

Tidak Hanya Pedagang Kecil

Kondisi sulit seperti ini tidak hanya dirasakan oleh para pedagang kecil. Mereka yang bekerja sebagai buruh di perusahaan-perusahaan di daerah Karawang juga merasakan dampaknya. Banyak dari para buruh tersebut yang akhirnya di PHK atau diputus masa kontrak kerjanya karena perusahaan menerapkan penghematan. Selain berpengaruh terhadap buruh, kondisi ini juga berpengaruh terhadap masyarakat yang menyewakan kamar kost untuk mereka.

Rohmat, operator mesin di sebuah perusahaan otomotif yang saat ini diputus kontrak kerjanya mengaku harus kehilangan mata pencaharian di tempat rantau. Tidak adanya pekerjaan dan pemasukan membuat Rohmat terpaksa pulang ke kampung halamannya di Kebumen walau pemerintah sudah melarang mudik.

Sedikit lebih beruntung dari Rohmat, Abu, pemuda yang merantau dari Wonogiri menuju Karawang untuk bekerja ini tidak di PHK oleh perusahaannya. Sebagai superviser, Abu dapat bekerja dari rumah walaupun hanya digaji setara UMR tanpa adanya tunjangan tranportasi dan tunjangan-tunjangan lainnya.

"Saya masih untung bisa kerja dari rumah. Yang penting standby WA saja, jadi kalau atasan ngabarin sesuatu bisa langsung dibalas. Ke pabrik Cuma 2 sampai 3 minggu saja seminggu, tapi ngga dapat tunjangan transportasi atau makan, cuma (gaji setara) UMR saja," terang abu saat diwawancarai di rumah kost nya.

Pulangnya Rohmat dan beberapa buruh lainnya mengakibatkan kosongnya rumah kost yang mereka tinggali, membuat pemasukan masyarakat yang menyewakan rumah kost juga menurun.

Himawan salah satunya. Pensiunan yang hanya mengandalkan pemasukan dari menyewakan rumah kost ini mengaku sudah kehilangan enam penyewa dari limabelas kamar yang disewakan.  Ini semua karena banyaknya perusahaan yang mem-PHK pegawainya.

"Dari limabelas kamar, ada enam kamar yang kosong karena orangnya (yang menyewa) pulang kampung karena pabriknya tidak melanjutkan kontraknya. Pengaruhnya berasa sekali. Kalau sebulan bisa dapat diatas 8 juta, karena buruhnya di-PHK jadi hanya dapat setengahnya. Untuk bayar kebutuhan anak dan kebutuhan rumah sakit kadang tidak cukup. Apalagi BPJS sekarang dipersulit," jelas Himawan saat ditemui di rumahnya.

Di masa genting seperti ini, pemerintah dituntut untuk dapat dengan cepat dan efektif menyelesaikan masalah Covid-19. Selain berdampak pada kesehatan masyarakat, perekonomian masyarakat kecil juga menjadi tidak stabil karena adanya wabah mematikan ini. Berbagai keputusan seharusnya bisa diambil oleh pemerintah sehingga masyarakat bisa sedikit lebih tenang menghadapi wabah ini, bukannya membuat jargon konyol seperti 'makan nasi kucing, jamu resep Jokowi, duta imun, makan tauge atau berdoa'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun