Mohon tunggu...
Ridwan Luhur Pambudi
Ridwan Luhur Pambudi Mohon Tunggu... Lainnya - Unpad - Jurnalistik '21

Numismatik • Astronomi • Mitigasi • Multimedia #BudayaSadarBencana #SantaiPakaiNonTunai

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Gapyear: Stigma, Doa, dan Cerita

14 Juni 2021   07:07 Diperbarui: 14 Juni 2021   08:29 1567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, kartu tanda peserta UTBK 2020-2021 (Dok. pribadi/Ridwan Luhur)

Istilah gapyear biasa disematkan bagi mereka yang memilih menunda masuk kuliah untuk satu atau dua tahun. Ada banyak alasan, salah satunya dari hasil Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). 

Bagi sebagian orang, pengumuman ini menjadi suatu 'patokan' untuk keputusan selanjutnya. Mereka yang belum beruntung di seleksi ini umumnya masih akan mencoba di seleksi mandiri tiap perguruan tinggi negeri (PTN) ataupun berpindah ke perguruan tinggi swasta (PTS). 

Namun, ada juga yang berhenti mencoba untuk sementara dan tidak mendaftar di seleksi mandiri. Biasanya faktor ekonomi ataupun nilai UTBK yang dirasa kurang membuat mereka memilih nge-gapyear.

Selain SBMPTN, ada juga yang memutuskan untuk gapyear setelah gagal di seleksi mandiri. Hal ini, tentunya karena seleksi mandiri menjadi gerbang penerimaan terakhir di universitas. Dengan demikian, seseorang terpaksa untuk tidak kuliah pada tahun pendaftaran tersebut.

Masih ada banyak sekali alasan lainnya yang membuat seseorang memutuskan untuk gapyear. Ada yang karena belum siap secara ekonomi, ingin rehat sejenak, atau ingin bekerja untuk sementara waktu, dan lain-lain.

Lalu seperti apa suka duka dan perjuangan selama masa gapyear tersebut? Di artikel blog ini, saya akan menjelaskan tentang pengalaman dan pandangan pribadi tentang gapyear. Semoga penjelasan ini bisa dipahami dengan baik untuk kamu yang berencana gapyear, ataupun masyarakat secara umum.

1. Melawan Stigma

Tidak bisa dipungkiri bahwa stigma di masyarakat tentang gapyear cenderung negatif. Khususnya untuk mereka yang gapyear karena gagal di SBMPTN atau seleksi mandiri (kalau gapyear karena mau bekerja, mungkin lain lagi).

Ada yang menganggap mereka (gapyear) bodoh karena gagal seleksi sehingga enggak jadi kuliah. Nyatanya, banyak teman-teman yang nilainya bagus, tetapi memilih gapyear karena tidak lolos seleksi. Lalu ada teman-teman yang nilainya lebih rendah berbangga diri (mungkin) sampai kebablasan karena lolos seleksi. 

Bagaimana bisa? perlu dijelaskan, bahwa SBMPTN ataupun seleksi mandiri itu berdasarkan pilihan program studi (prodi), bukan keseluruhan peserta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun