Mohon tunggu...
Ridwan Lanya
Ridwan Lanya Mohon Tunggu... mahasiswa

Ridwan Lanya, mahasiswa Universitas Madura, Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia. Menulis adalah hobi meningkatkan kreativitas. "MENULISLAH SEBELUM DITULIS"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Realitas Cancel Culture di Indonesia"

10 Februari 2025   19:47 Diperbarui: 10 Februari 2025   19:46 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cancel culture (Sumber : Ridwan Lanya)

Cancel culture adalah fenomena sosial di mana individu, kelompok, atau karya tertentu mengalami pemboikotan atau pengucilan akibat tindakan, pernyataan, atau elemen yang dianggap kontroversial atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh sebagian besar masyarakat. Fenomena ini umumnya terjadi melalui media sosial, di mana opini publik berkembang pesat dan dapat memberikan tekanan besar terhadap pihak yang dianggap bersalah. Meskipun bertujuan untuk menegakkan akuntabilitas, cancel culture sering kali menimbulkan perdebatan terkait keadilan dan proporsionalitas dalam menjatuhkan hukuman sosial.

Fenomena cancel culture telah terjadi di Indonesia dan semakin nyata dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam industri hiburan. Dengan meningkatnya penggunaan media sosial, masyarakat memiliki akses yang lebih luas untuk menyuarakan dan menuntut pertanggungjawaban terhadap individu atau karya yang dianggap kontroversial. Baru-baru ini, sebuah produksi film atau serial mengalami dampak dari cancel culture, di mana tekanan publik berujung pada boikot dan penghapusan akses terhadap karya tersebut. Kasus ini mencerminkan bagaimana cancel culture tidak hanya berdampak pada individu yang terlibat, tetapi juga pada keberlanjutan industri kreatif secara keseluruhan.

Dampak yang ditimbulkan dari fenomena ini sangat signifikan. Sebuah karya yang telah melewati proses produksi panjang dan melibatkan banyak tenaga profesional dapat tiba-tiba kehilangan nilai komersialnya akibat opini publik yang berkembang di media sosial. Padahal, sering kali permasalahan yang menjadi pemicu boikot hanya berkaitan dengan satu individu atau elemen tertentu dalam produksi tersebut, bukan keseluruhan karya. Hal ini memunculkan dilema etis mengenai keadilan dalam penerapan cancel culture: apakah tindakan ini benar-benar bertujuan untuk menegakkan akuntabilitas atau justru berpotensi menjadi bentuk penghakiman publik yang tidak proporsional?

Selain itu, keberadaan cancel culture yang semakin dominan dapat menciptakan ketidakpastian bagi para kreator. Ketakutan akan reaksi negatif dari publik membuat sineas, penulis, dan seniman menjadi lebih berhati-hati dalam mengekspresikan ide mereka. Jika tren ini terus berlanjut, maka inovasi dalam industri kreatif bisa terhambat karena para kreator lebih memilih untuk bermain aman daripada mengambil risiko dalam mengeksplorasi ide-ide baru. Akibatnya, industri hiburan bisa mengalami stagnasi, di mana karya-karya yang dihasilkan cenderung mengikuti standar yang dianggap aman oleh publik, bukan berdasarkan visi artistik atau nilai estetika yang sesungguhnya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan keseimbangan antara kritik yang konstruktif dan apresiasi terhadap karya seni. Alih-alih menerapkan cancel culture sebagai bentuk hukuman mutlak, pendekatan yang lebih edukatif dan berbasis dialog harus dikedepankan. Adanya mekanisme yang lebih adil dalam menilai suatu karya, industri kreatif dapat tetap berkembang tanpa terhambat oleh ketidakpastian sosial yang dihasilkan oleh fenomena cancel culture. Jika cancel culture terus berkembang tanpa regulasi atau batasan yang jelas, dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh individu yang menjadi sasaran, tetapi juga oleh industri hiburan dan kebebasan berekspresi secara keseluruhan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun