Mohon tunggu...
Ridwan Pasorong
Ridwan Pasorong Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pemerhati Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

ICC vs Vladimir Putin: Surat Perintah Penangkapan terhadap Presiden Rusia

20 Maret 2023   14:44 Diperbarui: 20 Maret 2023   14:57 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dilansir dari The New York Times, tepat pada Jumat, 17 Maret 2023, masyarakat internasional kembali dihebohkan dengan dikabulkannya permintaan surat perintah oleh jaksa International Criminal Court,  lalu disetujui oleh panel hakim bahwa ada  "alasan yang masuk akal" untuk mempercayai bahwa Vladimir Putin dan anak buahnya memikul tanggungjawab atas deportasi anak-anak dari Ukraina secara tidak sah.

"Insiden yang telah diidentifikasi oleh kantor kami termasuk deportasi setidaknya sudah ratusan anak-anak Ukraina yang telah diambil dari panti asuhan lalu dibawa ke Rusia", ujar Jaksa ICC.

Berdasarkan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh ICC, mendapat tantangan keras dari Kremlin, "Keputusan ICC tidak ada artinya bagi negara kami, termasuk dari sudut pandang hukum", ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova melalui saluran telegramnya.

Eksistensi ICC merupakan pengadilan independen yang bertujuan untuk menuntut individu yang melakukan kejahatan serius. Adapun yuridiksi ICC sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 Rome Statute 1998 memberikan yuridiksi kepada ICC untuk mengadili 4 kejahatan serius yang menjadi fokus international yaitu; 1. Kejahatan terhadap kemanusiaan, 2. Kejahatan perang, 3. Agresi, dan 4.Genosida.

Berkaitan dengan surat perintah penangkapan terhadap presiden Rusia, Vladimir Putin atas kejahatan perang yang dilakukannya. Tidak sedikit yang mengatakan bahwa surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh ICC tidaklah sah karena Rusia tidak meratifikasi Statuta Roma. Salah satu contoh kasus tindakan yang diambil oleh ICC juga pernah terjadi bagi presiden Sudan Omar al-Bashir dengan tuduhan telah melakukan kejahatan perang. Sebagiamana kita ketahui bahwa Sudan juga belum meratifikasi Statuta Roma.

Perlu kita memahami bersama bahwa, Peradilan internasional memiliki international legal personality yang di dalam hukum internasional artinya bahwa status yang memungkinkan suatu entitas dianggap sebagai subjek hukum internasional tersendiri yang dapat memilliki hak dan sekaligus dibebani kewajiban berdasarkan norma hukum internasional.

icc-1-6418116d4addee4487300f82.jpeg
icc-1-6418116d4addee4487300f82.jpeg
Berdasarkan Rome Statute 1998, ICC dapat menjalankan yurisdiksinya terhadap seseorang yang kewarganegaraannya tidak meratifikasi Statuta tersebut dengan syarat sebagai berikut: a. Dalam kasus yang diserahkan oleh Dewan Keamanan PBB kepada ICC, b. Dalam kasus warga negara dari non-state parties melakukan kejahatan di wilayah atau teritorial negara anggota Rome Statute 1998 atau negara yang sudah menerima yurisdiksi ICC berkaitan dengan kejahatan tersebut. c. Dalam kasus negara non-state parties sudah menyetujui untuk melaksanakan yurisdiksi berkaitan dengan kejahatan-kejahatan yang diatur di dalam Rome Statute 1998.

Negara yang meratifikasi Rome Statute 1998 memiliki yurisdiksi teritorial terhadap segala kejahatan yang terjadi di wilayah atau teritorialnya dan hal ini berlaku juga bagi negara manapun baik yang sudah meratifikasi Rome Statute 1998 maupun yang belum meratifikasi Statuta tersebut. Apabila kejahatan yang telah dilakukan termasuk kedalam kategori international crime maka didasarkan pada prinsip universal yang ada pada hukum internasional maka semua negara memiliki yurisdiksi terhadap pelaku kejahatan dan tidak perlu melihat kewarganegaraan dari pelaku kejahatan dan wilayah mana kejahatan tersebut terjadi.

Dasar hukum yang dapat dijadikan faktor pendukung yurisdiksi ICC kepada negara yang tidak meratifikasi Rome Statute 1998 diatur di dalam Pasal 27 yaitu mengatur tentang pemberlakuan Statuta sama terhadap semua orang tanpa suatu perbedaan atas dasar jabatan resmi baik seorang kepala negara maupun pegawai pemerintahan dan parlemen tidak mengecualikan seorang tersebut dari tanggung jawab pidana yang diatur di Statuta ini.

Dengan adanya jabatan-jabatan tersebut tidak merupakan sebuah alasan untuk dapat meringankan hukuman dan kekebalan dari aturan prosedural khusus yang terkait dengan jabatan-jabatan tersebut baik dibawah hukum nasional maupun internasional tidak menghalangi ICC untuk melaksanakan yurisdiksinya atas pelaku kejahatan tersebut.

Dari penjelasan pasal diatas maka di dalam Pasal 27 Rome Statute 1998 mengatur bahwa siapapun baik pejabat negara maupun bukan harus bertanggung jawab terhadap kejahatan yang dilakukannya dan tidak menerima hak-hak apapun. Selanjutnya dilengkapi dengan pasal 28 dari Rome Statute 1998 bahwa seorang atasan baik di dalam militer maupun sipil tetap harus bertanggung jawab secara pidana apabila memberikan perintah kepada anak buahnya yang melanggar kejahatan yang diatur di dalam Rome Statute 1998.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun