Mohon tunggu...
Ridwan Irawan
Ridwan Irawan Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa Pascasarjana Komunikasi

Pria kelahir Bandung pada tanggal 27 Juni 1995 dan sedang menempuh program Magister Ilmu Komunikasi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Air Matamu Berbentuk Uang Bagi "Kami"

19 Mei 2019   23:53 Diperbarui: 20 Mei 2019   00:45 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Media televisi mencari keuntungan dengan cara membuat narasumber seolah-olah memiliki penderitaan selama hidupnya, sehingga sering terlihat di televisi bahwa banyak kaum marjinal masuk dalam salah satu program untuk mengeluarkan air mata agar menangisi kehidupanya, dengan tujuan media menarik perhatian penonton dan membuat keuntungan bagi media televisi. 

Dengan jumlah penonton yang banyak, dapat menarik pihak iklan untuk memasarkan produknya pada program tersebut, dana dari iklan dapat digunakan untuk keberlangsungan media televisi. Kaum marjinal adalah ladang emas bagi media televisi untuk menarik rasa iba dan menjual air matanya kepada penonton.

Saat ini terdapat beberapa program pada media televisi seperti Microfon Pelunas Utang (Indosiar), Orang Pinggiran (Trans 7) dan New Bedah Rumah (Global TV) yang mengangkat wajah kemiskinan di Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kaum marjinal merupakan bahan televisi mengeksploitasi kemiskinan dan rasa iba untuk khalayak dengan cara menjual air mata mereka.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan bulan Maret di tahun 2018 mencatat 25,95 juta orang (9,82 persen) dibandingkan dengan bulan September tahun 2017 yang mencapai 26,58 juta orang (10,12 persen). Dengan begitu tema kemiskinan akan menjadi bahan menarik untuk format program yang ada di media Televisi seperti Feature, Dokumenter, Talk Show dan Reality show.

Format program tersebut menyajikan berbagai informasi mengenai realita dan menjadikan media televisi sebagai alat mencuri perhatian penonton. Bila mengambil contoh  format program Reality Show yang ada saat ini, banyak isi pesan moral secara verbal dan non-verbal yang dikemas untuk menarik penonton terutama bahan liputan mengenai keluarga yang tidak mampu.

Saat ini format program Reality Show yang mengangkat kaum marjinal telah menjadi konsumsi publik setiap hari, ambil contoh program New Bedah Rumah yang mengangkat orang tidak mampu dan memiliki rumah sudah tidak layak huni untuk direnovasi.

Seperti pada episode yang ditayangkan pada 19 April 2019 bagaimana sebuah penderitaan yang dialami oleh keluarga Nipin yang selama ini bekerja sebagai pemulung dan mendapat hadiah bahwa rumahnya akan direnovasi. Namun saat proses renovasi keluarga tersebut diajak keliling kota untuk menikmati hidup layaknya orang kaya. Dari mulai menginap di hotel, makanan mewah, hingga bermain ke tempat wisata yang tidak pernah dilakukan sebelumnya.

Banyak masyarakat yang mengkritik program New Bedah Rumah, karena lebih sering memperlihatkan gambar menyedihkan daripada sesuatu untuk menghibur penonton. Program tersebut memberikan pesan secara tidak langsung yaitu seperti pesan moral terhadap masyarakat agar lebih peduli terhadap keluarga tidak mampu, sampai informasi kepada pegawai pemerintahan sebagai pemberi bantuan yang mewakili negara.

Tayangan New Bedah Rumah juga mereduksi seluruh kisah narasumber sebagai sebuah penderitaan yang menjadi objek rasa iba dan membuat kisah hidup mereka menjadi daya tarik bagi penonton.

Acara Reality Show seperti ini, mengundang minat penonton untuk menyaksikannya lebih jauh. Ditambah bumbu-bumbu dramatis untuk meningkatkan emosi yang semakin banyak air mata, semakin gencar doa yang terucap akan semakin menjual bagi media televisi kepada pengiklan.

Survei Nielsen Media Research (NMR) pada tahun 2005 mencatat, program Bedah Rumah pertama kali muncul ke publik mendapat rating dan share yang cukup tinggi, yaitu dengan Rating 5,4 persen dan share 25 persen sebagai ketentuan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang telah menetapkan Rating sebesar 3 persen dapat disebut sebagai program dengan kualitas terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun