Mohon tunggu...
Rido Nugroho
Rido Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Public Policy and ESG Enthusiast

Tulisan adalah awal dari perubahan, tulisan dapat memengaruhi pikiran, hati, dan tindakan orang banyak. Semua dimulai dari tulisan untuk merubah dunia yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Orkestra Kebijakan Pengendalian Impor

12 Januari 2022   07:36 Diperbarui: 12 Januari 2022   17:35 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kapal kargo. Sumber: freepik.com

Namun pihak ketiga yang diberikan tugas pemastian, rawan dengan conflict of interest. Karena biaya jasa pemastian oleh pihak ketiga biasanya dibayarkan oleh pelaku usaha, bukan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang jumlahnya terbatas.

Di satu sisi, penugasan/pekerjaan diberikan oleh pemerintah namun "konsumennya" adalah pelaku usaha. Kondisi ini tentunya harus disikapi pemerintah dengan memberikan penugasan bagi pihak ketiga yang orientasinya national interest dan tidak mementingkan keuntungan semata.

Urgensi Penguatan Industri Manufaktur (Pengolahan)

Perubahan paradigma pembangunan ekonomi nasional perlu dilakukan dari yang selama ini masih mengandalkan perdagangan komoditas bernilai tambah rendah menjadi berbasis kemajuan industri nasional penghasil produk bernilai tambah tinggi.

Jepang dan Korea Selatan menjadi contoh sukses negara yang bertransformasi menjadi negara industri maju karena ditopang industri manufaktur yang kuat. Hal ini mustahil tercapai di Indonesia jika di pasar dalam negerinya saja industri nasionalnya kalah bersaingan dengan barang impor.

Dominasi barang impor di pasar dalam negeri dikhawatirkan memicu perubahan paradigma pelaku usaha di Indonesia, mereka lebih memilih berinvestasi di sektor jasa/perdagangan dibandingkan membangun industrinya di Indonesia.

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukan komposisi realisasi penerimaan investasi sektor jasa 50,9 persen (2018), 57,5 persen (2019), dan 55,5 persen (2020). 

Padahal, tahun 2016, investasi sektor manufaktur tercatat Rp 335,8 triliun (54,8 persen), di atas sektor jasa Rp 188 triliun (30,7 persen). padahal sektor manufaktur penyerap tenaga kerja (padat karya) dibandingkan sektor jasa (padat modal dan teknologi).

Padahal data BPS menunjukkan struktur tenaga kerja berdasarkan pendidikan per 2019 masih didominasi lulusan SD (40,51 persen) dan SMP (17,75 persen). 

Lulusan universitas dan diploma hanya 9,75 persen dan 2,82 persen. Komposisi tenaga kerja dengan pendidikan rendah sulit masuk ke sektor jasa dan lebih terserap di sektor manufaktur.

Belum lagi pada 2030 Indonesia diprediksi akan mencapai bonus demografi. Berdasarkan kajian Bappenas, jumlah penduduk usia produktif diproyeksikan mencapai puncak pada 2030, yakni 64 persen dari total penduduk 297 juta jiwa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun