Mohon tunggu...
Rido Nugroho
Rido Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Public Policy and ESG Enthusiast

Tulisan adalah awal dari perubahan, tulisan dapat memengaruhi pikiran, hati, dan tindakan orang banyak. Semua dimulai dari tulisan untuk merubah dunia yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Benci Produk Asing, Mungkinkah Indonesia Berhenti Impor?

15 Maret 2021   03:01 Diperbarui: 15 Maret 2021   05:58 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo dalam pidatonya mengajak masyarakat untuk "membenci" produk asing dan bangga dengan barang lokal. Pernyataan tersebut menimbulkan polemik di masyarakat. Menyikapi pernyataan tersebut, ada baiknya kita memandang impor secara objektif. Jika benci impor, pertanyaannya apa mungkin Indonesia berhenti impor ?

Dalam teori dasar ekonomi, impor memang memiliki dampak negatif bagi perekonomian suatu negara. Salah satu indikator untuk megukur perekonomian suatu negara adalah dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB), konsep dasar untuk menghitung nilai PDB adalah dengan menjumlahkan secara agregat konsumsi (C), investasi (I), belanja pemerintah (G), ekspor (X) dan dikurang impor (M) atau biasa dikenal dengan persamaan (C+I+G+X-M).

Berdasarkan konsep dasar tersebut impor merupakan satu-satunya aktivitas ekonomi yang dihitung sebagai variabel pengurang dalam perekonomian, secara prinsip impor menjadi komponen pengurang dikarenakan saat suatu negara melakukan impor maka negara kehilangan nilai tambah dari aktivitas memproduksi suatu barang untuk diperdagangkan.

Namun pertanyaannya sekali lagi apakah Indonesia mungkin berhenti impor ? perlu diketahui tidak ada satupun negara di dunia ini yg tidak impor, bahkan negara China sekalipun masih membutuhkan impor, meskipun kita tau fakta bahwa produk berlabel "made in China" telah tersebar di seluruh dunia dan mengusai pasar dunia.

Berdasarkan data bank dunia, China memang negara eksportir terbesar di dunia, namun uniknya China juga merupakan negara importir terbesar ke dua di dunia setelah Amerika Serikat. Berdasarkan fakta tersebut, saat China dan Amerika Serikat yang menjadi negara ekonomi utama di dunia melakukan impor dalam jumlah besar, maka tidak mungkin Indonesia justru berhenti impor.

Saat kita menyadari Indonesia tidak mungkin berhenti impor, maka diperlukan langkah-langkah strategis untuk bisa meminimalisir dampak dari barang impor.

Secara umum impor dilakukan karena 2 tujuan, tujuan impor yang pertama adalah barang yang tidak tersedia atau tidak mencukupi ketersediaannya di dalam negeri. Untuk kelompok pertama ini impor relatif tidak menjadi masalah, bahkan kehadiran barang impor yang mengisi segmentasi pasar yang masih kosong akan memberikan dampak positif bagi perekonomian suatu Negara. Tujuan impor yang kedua adalah harga dan kualitas barang impor yang lebih kompetitif, Impor kelompok kedua ini akan memberikan dampak negatif bagi perekonomian nasional, terutama dari sisi produsen lokal yang kalah bersaing dengan kehadiran barang impor.

Dampak negatif dari Impor yang paling ditakutkan negara-negara di dunia adalah terancamnya industri manufaktur, bahkan negara industri seperti Amerika Serikat harus menerapkan perang dagang untuk melindungi industri dalam negerinya dari serbuan impor barang-barang China. Gejala terganggunya industri manufaktur yang menyebabkan industri tersebut tidak mampu menjadi penggerak utama laju pertumbuhan ekonomi atau disebut dengan deindustrialisasi,

Salah satu penyebab terjadinya deindustrialisasi adalah serbuan barang-barang impor yang membuat industri manufaktur kalah bersaing. Industri manufaktur merupakan sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar serta memiliki multiplier effect besar bagi perekonomian. Berdasarkan fakta tersebut sudah selayaknya menjadi refleksi untuk Pemerintah Indonesia untuk melindungi industri manufakturnya dari serbuan barang impor.

Jika dinilai secara objektif, sebenarnya impor Indonesia didominasi oleh barang-barang yang menunjang industri manufaktur, Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, impor non migas Indonesia pada 2020 sebesar  US$ 127.312 juta. Dari jumlah tersebut, 72,90% merupakan impor bahan baku/penolong, sementara 16,74% merupakan impor barang modal dan hanya 10,35% untuk impor barang konsumsi.

Namun hal yang perlu menjadi catatan, meskipun impor Indonesia didomonasi oleh barang-barang yang menunjang industri, tapi pertumbuhan industri manufaktur (pengolahan non migas) Indonesia mengalami perlambatan dan kontribusinya juga semakin mengecil terhadap perekonomian. Kedua kondisi tersebut mengindikasikan bahwa kita memasuki fase deindustrialisasi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun