Mohon tunggu...
Ridhwan EY Kulainiy
Ridhwan EY Kulainiy Mohon Tunggu... Human Resources - Hidup untuk berpengetahuan, bukan berdiam diri dalam ketidaktahuan oranglain

Hidup untuk menjadi berpengetahuan, bukan untuk berdiam diri dalam ketidak tahuan oranglain. wordpress : https://www.kulaniy.wordpress.com facebook : @ridwan.komando21 Fanspage : @kulaniy.komando twitter : @kulaniy1708 Instagram : @ridhwans_journal Whatsapp dan Gopay : 082113839443

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

75 Tahun, Syukuri Nikmat Merdeka, Menjaga Kesucian Kebhinnekaan

16 Agustus 2020   14:17 Diperbarui: 16 Agustus 2020   14:36 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya di Puncak Gn. Salak, Captured by : Herzon Sihotang

Masih belum usai problema yang menyesakkan dada, dimana kedatangannya mengganggu berbagai aktivitas kehidupan kita. Corona... Mulai dari urusan dunia, hingga urusan akhirat kita pun seolah digoda. Angin berhembus bukan untuk merunuhkan pohon-pohon, namun ia datang untuk menguji seberapa dalam akar-akar menghujam ke dalam tanah. Persoalan ini datang bukan untuk menjatuhkan kita, namun hanya menguji seberapa kuat kecintaan kita terhadap tanah air ini serta seberapa kokoh persatuan kita untuk bersama-sama menghadapi dan menemukan solusi dalam permasalahan ini.

Di balik kegusaran-kegusaran mengenai wabah yang konon katanya mematikan ini, kita masuk pada periode waktu yang mengingatkan kita mengenai betapa pentingnya menjaga persatuan bangsa ini untuk dapat melewati dan menyudahi segala problema bersama-sama. Indah tiap jalan sang saka merah putih berkibar. Mulai dari ruas-ruas jalan perumahan elite hingga lorong-lorong kecil gang di sudut kota, dihiasi oleh pernak-pernik dwi warna yang indah. Keceriaan tergambar dalam semangat untuk menunjukan kebanggan dan rasa syukur atas hari dimana Bangsa ini memproklamirkan kemerdekaannya. Hari dimana para pendahulu kita menyanyikan lagu kejayaan sambil menahan gemetar haru, melantunkan syair Indonesia Raya.

Tidak ada keberhasilan tanpa perjuangan, tidak ada kesuksesan tanpa adanya pengorbanan dan kerja keras. Kira-kira satu abad lebih yang lalu, benih-benih pejuang mulai bermunculan. Masa dimana para pedagang Eropa datang mendarat di bumi pertiwi dan mulai berambisi untuk menguasai kekayaan alam negeri ini. 350 tahun...? Tidak, aku tidak setuju itu. Dalam pandanganku, negeri ini baru saja dijajah saat akhirnya Belanda mendirikan pemerintah Hindia Belanda di tanah air. Sebelumnya, mereka hanyalah pedagang tamak dengan nama VOC yang menculasi petani dan buruh kita. Layaknya para cukong atau yang sering kita sebut sebagai tengkulak, begitulah mulanya.

Berdirinya pemerintahan Hindia Belanda adalah awal mula dimulainya penjajahan di negeri ini, berbagai peraturan mulai mereka ciptakan untuk mengeruk kekayaan kita dan memeras tenaga kita, demi keuntungan besar bagi diri mereka sendiri. Beberapa waktu berselang ketika suara orang-orang tertindas semakin membulat dan menguat, bibit-bibit perjuangan dan perlawan terhadap penjajah ini mulai tumbuh di berbagai daerah. Menulis ini, seolah membuka puluhan atau belasan buku yang pernah saya baca mengenai masa-masa itu. Bagaimana perjuangan karisma HOS. Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan tokoh lainnya dalam perjalanan sejarah. Jatuh bangun perjuangan Tan Malaka yang harus berpindah dari satu negara ke negara lain untuk menghindari kejaran kolonial dalam keadaan sakit. Perjuangan-perjuangan lainnya seperti melalui masa-masa sulit mengikuti pendidikan sebagai modal untuk memerekakan bangsa ini yang dilalui oleh banyak tokoh, seperti Ir. Soekarno yang saking sulitnya harus menabung selama 3 bulan lebih hanya untuk membeli sepeda ontel. Drs. Moh. Hatta, yang harus berhutang satu setel baju kepada penjahit di Belanda dan berhutang uang kepada seorang polisi di Skandanavia untuk mempelajari mengenai prinsip-prinsip ekonomi koperasi yang kelak akan diterapkan dalam perekonomian Bangsa yang sekarang kita sebut sebagai Negara Republik Indonesia. Juga teringat sepasang sepatu impian Bung Hatta, yang bahkan sampai ia menjadi orang besar nomor 2 di negeri ini belum jua mampu ia beli.

Semua pada masa itu memberikan sumbangsih dan peran besar bagi kemerdekaan kita hari ini, tak terlupa jasa kepada para pejuang peperangan yang merelakan hidup dan matinya untuk memerdekakan bangsa ini. Sungguh bukan perjalanan yang mudah dan singkat, saat menulis artikel ini pun saya masih merasa sangat kekurangan literasi untuk menyempurnakannya. Namun gairah dan keinginan saya untuk berbagi dan menyuarakan kecintaan terhadap tanah air ini tak terbendung, hingga jari-jari saya yang nakal mulai menghentak tuts-tuts mesin ketik modern bernama laptop.

Belum lagi jika menengok berbagai perbedaan pandangan politik di antara para tokoh putera bangsa ini yang tercatat dalam sejarah, menambah sebuah goresan nyata bahwa kemerdekaan ini tiada terbanding harganya. Maka, saya hanya tertawa melihat segelintir orang mengatasnamakan kelompok tertentu yang berhalusinasi untuk mendirikan negara yang katanya 'berasaskan Syariat Islam'. Konyol! Mereka sakit jiwa! Jika anda setuju dengan saya, mari tertawa bersama-sama.

Perbedaan bukan sesuatu hal yang baru dan tabu. Apalagi di Indonesia ini. Indonesia adalah miniatur dunia, dimana semua keberagaman yang ada di negeri-negeri lain terkumpul  menjadi satu dalam bingkai semboyan kita, Bhinneka Tunggal Ika. 

Bukan hanya itu, perbedaan pandangan politik pun terjadi di antara para pendiri negeri ini, mulai dari Musso yang berpaham Komunis (PKI) dan Kartosoewirdjo yang berpaham Agamis (Masyumi), harus bertentangan pandangan dengan Soekarno yang Nasionalis. Padahal, ketiganya adalah anak asuh HOS. 

Cokroaminoto di Surabaya, dimana semangat perjuangan memerdekakan bangsa ini tumbuh dalam didikan dan naungan pendiri Sarikat Islam itu. Ketika kita tidak bisa menerima perbedaan dan mengambil hikmah dari padanya, maka yang terjadi adalah pertumpahan darah dan perselisihan yang berkepanjangan. 

Bahkan orang-orang tak bersalah pun akan ikut menjadi korbannya. Namun ketika kita mampu menerima dan mengambil hikmah dari perbedaan, maka itu akan menjadi sebuah kekuatan yang memperkokoh persatuan kita.

Jadi PKI dan negara Islam bukan sesuatu yang baru. Ketika itu Bung Karno dan para pendahulu kita dengan jelas menolak kedua pemikiran itu, karena cenderung menodai Kebhinnekaan dan Pancasila kita.

Sebagian orang mungkin pernah membaca atau mengetahui, bahwa di antara Bung Karno dan Bung Hatta ada perbedaan yang kentara dalam pandangan politik dan prinsip bernegara. 

Mulai dari awal mula perkenalan, keduanya sudah terlibat dalam adu argumen lewat berbagai surat kabar di zamannya. Namun karena kedua tokoh ini mampu mengambil ibrah dari perbedaan, akhirnya mereka bersatu untuk memerdekakan bangsa ini. 

Walaupun pada akhir masa jabatan menurut rumor yang beredar, Bung Hatta memilih mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden dengan alasan perbedaan pandangan kenegaraan dengan Bung Karno. 

Hikmah yang bisa kita ambil adalah bahwa, perbedaan bukan sebuah permasalahan yang harus dijadikan konflik. Jadikan ini sebagai hikmah yang mampu memperkuat persatuan kita.

Mereka yang membesar-besarkan perbedaan dan tidak menerimanya, dengan sengaja melakukan itu untuk suatu tujuan tertentu yaitu memecah belah bangsa ini. Relakah kita membiarkan mereka para pengkhianat bangsa memecah belah kita...? Apakah kita hanya akan berdiam diri...? Ketika bangsa ini terpecah belah, maka mereka akan dengan mudah menjatuhkan kita, merobohkan Pancasila kita dan menggantinya dengan barang lain yang belum tentu baik dan indah.

Maka marilah bersama-sama, kita renungkan dan dalami kebhinnekaan yang mendarah daging dalam diri kita. Lalu reguk hikmah yang ada padanya, yang dengannya mampu mensucikan kebhinnekaan kita dan memusnahkan kepentingan-kepentingan keji yang berusaha menghancurkan kita.

Sucikan Bhinneka Tunggal Ika...!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun