Dalam tulisannya pada buku Bung Hatta Mengabdi kepada Cita-cita Perjuangan Bangsa yang diterbitkan oleh kawan-kawan seperjuangannya saat Hatta sudah mencapai usia 70 tahun, Bahder Djohan menulis antara lain:Â
"Antara Amir ketua dari Perhimpunan itu dan seorang Manusia-perasaan, yang nantinya akan menjadi seorang dokter-ahli penyakit jiwa, dengan Hatta, Bendahari dan seorang manusia-perbuatan yang kemudian menjelma menjadi seorang ahli ekonomi, sering terjadi petentangan mengenai tindakan-tindakan yang harus diambil untuk kepentingan Perhimpunan. Satu keputusan yang dijalankan oleh Bendahari Hatta di bidang penerbitan keuangan, yang menggoncangkan masyarakat di waktu itu ialah menyiarkan satu daftar hitam dari mereka yang sesudah waktu tertentu, tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau penderma. Daftar itu banyak memuat nama-nama orang yang terkemuka dan terhormat."
Hal itu dikarenakan Hatta termasuk seorang yang disiplin dan saat itu hendak mempercepat pergerakan dan memfokuskan pergerakan kearah kegiatan yang lebih membangun.
Jong Sumatranen Bond memiliki sebuah tradisi yang biasa dilakukan oleh para pengurus baru di setiap tahunnya, yaitu mengunjungi para tetua yang juga berasal dari Sumatera juga.Â
Pada periode awal itu, Hatta dan rekan lainnya mengunjungi Engku Landjumin Dt. Tumenggung, H. Agus Salim, Abdul Muis dan Sutan Muhammad Zain. Diawali dengan mengunjungi Landjumin Dt. Tumenggung, karena penerbitan Jong Sumatranen sangat mendesak dan dicetak pada Drukkerij Evolutie miliknya.Â
Dimana sudah biasa mencetak majalah-majalah besar di ama itu seperti Neratja. Saat pertemuan itu Hatta menyampaikan bagaimana cara ia mengelola keuangan JSB sesuai dengan yang telah disetujui oleh pengurus lainnya.Â
Hal itu membuat Dt. Tumenggung mempercayai Hatta yang mengatakan bahwa hutang JSB akan dibayar dengan cara dicicil dan Jong Sumatera akan tetap dicetak tiap bulannya.