Mohon tunggu...
Ridhwan EY Kulainiy
Ridhwan EY Kulainiy Mohon Tunggu... Human Resources - Hidup untuk berpengetahuan, bukan berdiam diri dalam ketidaktahuan oranglain

Hidup untuk menjadi berpengetahuan, bukan untuk berdiam diri dalam ketidak tahuan oranglain. wordpress : https://www.kulaniy.wordpress.com facebook : @ridwan.komando21 Fanspage : @kulaniy.komando twitter : @kulaniy1708 Instagram : @ridhwans_journal Whatsapp dan Gopay : 082113839443

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memaknai Hukum dan Istilah Pamali

26 Februari 2020   02:22 Diperbarui: 26 Februari 2020   02:38 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum berasal dari Bahasa Arab yang berarti Kebijaksanaan. Bijaksana adalah bagaimana seseorang menyikapi sesuatu dengan benar dan tepat. Sikapnya harus melahirkan solusi dan meminimalisir efek permasalahan, baik permasalahan lama maupun permasalahan baru. Sehingga solusinya tepat menyelesaikan masalah, atau sesuai dengan apa yang diperlukan atau dibutuhkan.

Dalam pembahasan lain kita juga mengenal bahwa bijaksana adalah bagaimana kita bisa dan mampu menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Contoh seperti memakai baju di badan dan memakai celana di bagian pinggang hingga kaki. Jika ada orang yang menggunakan baju di kaki dan celana di badan, ini bisa disebut orang yg tidak menempatkan sesuai tempatnya, tidak bijak, atau bahkan tidak adil.

Pernah mendengar istilah pamali...??

Pamali adalah satu tindakan tertentu yang disampaikan oleh orangtua dahulu sebagai sebuah pantangan yang tidak boleh di langgar karena akan menyebabkan efek keburukan. Seperti, jangan duduk di atas meja nanti banyak hutang. Jangan duduk di depan pintu nanti sulit jodoh, dll...

Pamali ini sering disebut juga sebagai kearifan lokal. Seperti di Pulau Seribu misalnya, ada kearifan lokal yang melarang orang-orang (laki-laki) buang air kecil dalam keadaan bediri, atau memainkan pasir dengan kaki untuk menemukan sesuatu di dalam tumpukan pasir, dst...

Ya semua itu disebut sebagai kearifan lokal. Namun dalam dunia Falsafah ditemukan bahwa sebenarnya kearifan lokal ini tak ada sangkut pautnya dengan efek-efek yang disebutkan di atas. Seumpama orang di larang duduk di atas meja lalu dikatakan nanti akan banyak hutang. Sebenarnya ini adalah cara orangtua dulu untuk mengajarkan kita mengenai kebijaksanaan, sopan santun dan tata krama. Bahwa jika ingin duduk, baiknya di kursi sebagaimana kegunaan kursi itu. Sebab meja adalah tempat meletakkan barang dan makanan. Menjadikan tempat biasa menaruh makanan untuk tempat duduk akan di nilai tidak memiliki etika. Sebab sebagaimana mestinya, meja gunanya bukan untuk duduk. Melainkan kursilah tempat untuk duduk.

Sayangnya, karena anak-anak sering nakal dan sulit diberikan pengertian. Maka diselipkanlah suatu hal untuk memperingati dengan nada "Nanti banyak Hutang kalo sudah besar".

Penekanan ini digunakan untuk mempengaruhi anak-anak agar menjaga diri dari perbuatan tidak sopan atau tidak beretika yaitu, duduk di meja. Menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya sering juga disebut sebagai orang yang adil. Nah, disinilah titik temu antara ketiga kata tadi Hukum (Kebijaksanaan), 'Arif (Kebijaksanaan) dan 'Adil (Kebijaksanaan). Ketiganya memiliki arti yang sama, namun dalam aspek pendidikan yang berbeda.

Secara Ideologis Kebijaksanaan disebut sebagai 'Arif, secara Psikologis Kebijaksanaan disebut dengan Hukum dan secara Sosiologis Kebijaksanaan disebut dengan 'Adil.

Semoga Bermanfaat...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun