Poligami
Saya wanita. Jelang usia 30 belum bersuami. Bukan karena karir ataupun kejar edukasi. Hanya saja belum dipercaya menjadi istri. Lantas mengapa saya mengangkat topik ini? Apakah tidak terlalu dini? Tidak ada salahnya berbagi... tidak perlu menunda untuk menggali. Mengapa kita anti poligami? Padahal itu wahyu Illahi.Â
Saya bukan ahli agama sehingga dapat berargumen dalil-dalil. Pun sebelumnya saya bersikap antipati soal ini. Saya kesal saja melihat laki-laki membagi cinta dan harta dengan wanita lain. Apa tak ingat dulu ia berikrar menikahi untuk bersama berbagi suka dan perih. Mengapa harus ada yang ketiga mencampuri?
Saat SMA ku tergugah seorang guru bercerita tentang ayahanda yang juga seorang da'i, yang memilih bermonogami. Komitmen untuk menjadikan istri sebagai satu-satunya ratu di istananya. Mencetak anak-anak yang tak kalah hebat menyebar syiar agama, salah satunya yang menjadi guru saya itu. Benar-benar saya terkesan saat itu dan cerita ini terbawa membekas dalam benak saya. Saya pro monogami.
Belasan tahun berlalu, saya dewasa di keluarga monogami dan saya merasa tenteram di dalamnya. Pun saya bermimpi memiliki seorang suami yang setia beristri satu. Saya mengagumi para pembesar, publik figur, guru-guru yang konsisten menjaga keutuhan keluarga dengan menetapkan satu wanita di hidupnya.Â
Saya tak habis pikir bagaimana terlukanya hati perempuan saat mendengar izin suami mencari "madu". Demi Tuhan, apakah satu wanita tidak cukup? Meski ia banyak khilaf, mungkin pula lalai dengan suaminya, tak sempurna fisiknya, sakit dideritanya...apakah layak seorang ratu mendengar suaminya kan memadu? Oohh...ku tak rela tiap kali mencoba melogikakan keinginan bapak-bapak seperti ini. Sunnah nabi katanya. Mampu adil katanya. Oohh...
Kemarin saya mendengar ceramah seorang ustadz, ia menegaskan bahwa dasar syariat menikah itu poligami sebagaimana wahyu dalam Qur'an. Baru setelahnya disebutkan, apabila tidak bisa adil, maka menikahlah dengan seorang saja. Ia melanjutkan apabila saudara belum mampu maka setidaknya jangan membenci hukum Allah. Jika Anda belum berilmu maka belajarlah. Jika masalahnya adalah perasaan, maka sekali-kali jangan meninggikan perasaan di atas wahyu Allah. Digambarkan pula bagaimana ia bisa menyatukan istri-istrinya layaknya saudara.
Ku sungguh risau, bimbang soal ini. Tentu ku ingin menyempurnakan syariat beragama sebagaimana tuntunan Al-Quran. Tapi ku sungguh masih meninggikan perasaan perihal poligami ini.Â
Semoga Allah mengampuni saya. Mungkin sebaiknya saya mengambil sikap untuk perlahan mengurangi ketidaksukaan saya soal poligami. Sementara mungkin itu yang bisa saya lakukan saat ini.