Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengukur Kekerenan Kerja PNS dan Swasta

13 November 2021   06:06 Diperbarui: 13 November 2021   06:51 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: bangsaku.web.id. Jadi guru PNS itu mulia tapi berat. 

Kedua orangtua kami berprofesi sebagai guru. Kedua-duanya berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), di sebuah kecamatan kecil di Sigli, Aceh.

Menjadi guru di sana tidak mudah. Apalagi di desa. Muridnya saja bisa dihitung. Ibu kami harus promosi untuk mengajak orang-orang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah pada tahun ajaran baru. Meskipun sekolah dasar gratis, tidak serta merta mereka bersedia.

Terlebih di era pandemic ini, di mana ada keharuskn menerapkan pembelajaran online. Jangankan belajar online. HP nya saja tidak ada. Yang di-online-kan apa? Tetapi aturan tidak mengenal perasaan manusia.

Baru saja ada ujian buat anak-anak murid SD ini juga online. Betapa berat kerja sebagai guru SD. Itu masih muridnya, belum guru-gurunya. Belum lagi berurusan dengan orangtua mereka yang kurang mampu. Karena tingkat ekonominya yang rendah. Mereka tidak jarang harus mempekarjakan anaknya, membantu bapak ibunya ke sawah, ladang dan sejenisnya. Sekolah bisa jadi urutan yang ke sekian.

Tidak gampang menjelaskan kepada orang-orang desa di daerah Aceh tentang pentingnya belajar ilmu pengetahuan dan keterampilan formal di bangku sekolah. Guru-guru di sana dihadapkan pada buah simalakama. Mau mengutamakan peningkatan ekonomi dengan membantu orang-orang giat bekerja guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau mendidik anak-anak mereka ini dengan segala risikonya?

*****

Berangkat pagi, pulang sore. Kadang harus mampir ke rumah-rumah murid-murid ini. Itulah pekerjaan kedua orangtua kami sebagai guru, PNS di Aceh. Memang tidak semua guru mengalami nasib yang sama, terutama di kota. Tidak ada yang namanya cerita guru-guru mencari murid baru, mendatangi rumah-rumah penduduk untuk promosi seperti orangtua kami ini.

Dengan jumlah murid satu sekolahan kurang dari 30 anak, apa yang diharapkan pada tumbuh kembangnya sekolah? Sekolah gratis, tidak boleh ada pembayaran ekstra dari murid-murid. Lagian apa yang dgunakan untuk bayar jika taraf ekonomi mereka rendah? Sementara tuntutan akreditasi da sertifikasi tinggi. Ibu saya yang sebagai Kepala Sekolah harus merangkap kerja.

Guru-guru lain juga demikian. Kinerja tidak bisa maksimal, akan tetapi regulasi tetap regulasi. Jangkan untuk punya pekerjaan ekstra di luar kerja agar menambah pemasukan di rumah. Untuk bikin jurnal saja guna kenaikan tingkat, tidak ada waktu. Ibu kerap mengeluarkan duit sendiri untuk keperluan sekolah dan murid-muridnya. Sebuah pengorbanan yang luar biasa.

Jadi PNS itu tidak mudah. Di depan masyarakat, kelihatan keren. Mengenakan seragam rapi, dari pagi hingga sore. Kerja tetap di kantor atau instansi milik Pemerintah, terhormat dipandang masyarakat. Masa depan jelas. Ada harapan pensiun, sehingga tidak perlu mikir topangan dana di usia tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun