Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pilih Keluarga, Jabatan, Pengalaman, atau Uang?

20 Maret 2021   19:54 Diperbarui: 20 Maret 2021   19:57 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Happiness is a choice (Personal Collection)

Seorang teman, Tri namanya asal Jambi, belum juga dua pekan meninggalkan kampung halamannya nun jauh di provinsi bagian Sumatera Selatan. Lulusan Sarjana Keperawatan pada tahun 2014 lalu, tidak segera memperoleh pekerjaan sebagaimana yang diimpikan. Dia jalani kerja kasar. Apapun dilakukan demi kelangsungan hidupnya.

Sempat kerja sebagai tenaga honor di Puskesmas di desanya selama setahun. Tetapi penghasilannya tidak seberapa. Terlebih, dia sudah berkeluarga setahun sesudah wisuda. Kedua orangtuanya membuka toko kelontong. Tri baru menyadari bahwa kebutuhan hidup harus dipenuhi.

Butuh 4 jam perjalanan dari desanya menuju pusat kota Jambi. Itupun harus naik speedboat 2 jam, kemudian naik bus lagi 2 jam. Dia baru mengakui sedikit terlambat. Akhirnya Tri pilih bersama istriya nekad, berangkat ke kota Jambi. Tri kerja di sebuah rumah sakit, di bagian Kamar Operasi dan istrinya kerja di sebuah restaurant.

Sembilan bulan bekerja, nyatanya tidak juga memperlihatkan tanda-tanda bahwa hidupnya nanti akan lebih baik. Dibicarakan dengan istri dan orangtuanya, Tri kemudian memutuskan keluar dari tempat kerja yang sekarang, kemudian ingin mengadu nasib ke Jawa. Barangkali tidak mudah, tetapi hidup memang harus dia perjuangkan. Dengan berbagai pertimbangan Tri kemudian terbang dari Jambi ke Jawa........

Tri tidak sendirian. Saya memiliki beberapa teman dari Aceh yang bekerja di Jakarta, sebagai Tenaga Relawan Covid-19. Jauh-jauh meninggalkan keluarga, saudara, teman-teman da kampung halaman tercinta, demi mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang layak. Di Aceh tidak gampang mendapatkan kerja sebagai perawat dengan gaji mapan. Dibayar sesuai UMR saja sebesar Rp 3 juta tidak mudah. Karena itu mereka rela tinggalkan keluarga dan kampung halaman.

Saya juga punya teman asal Palembang yang saat ini sedang mengangsu ilmu di Jakarta, dalam proses mengikuti program kerja ke Belanda. Dengan harapan nanti bisa kerja di Eropa sambil kuliah. Ada dua teman asal Aceh yang mengikuti program serupa yang saat ini sedang terkendala Covid-19, akan namun tetap memiliki keyakinan bahwa pandemic ini akan berakhir. Demi karir, mereka rela juga tinggalkan kampung halaman berlama-lama, keluarga, teman serta saudara.

Akan tetapi tidak semuanya sama. Rekan saya Habib memilih lebih suka tetap tinggal di Aceh dengan istri dan dua orang anaknya. Berat katanya meninggalkan mereka. Walaupun sudah tujuh tahun kerja dengan status honor, tetap dilakoninya. Kekurangan penghasilan ditutupi dengan kerja seadanya: juala online, ngojek, ikut proyek dan lain-lain.

Ada lagi rekan yang kekeh, milih jadi PNS, dengan harapan nanti akan punya jabatan di sana, meskipun harus niti dari bawah berpakaian Seragam Korpri. Teman-teman ramai-ramai ikutan test masuk PNS. Dengan memulai jenjang kepangkatan III/A berharap namun pasti, bisa merambat. Yang penting dekat orangtua, keluarga dan tanah tumpah darah. Lama-lama toh nanti gaji akan naik dengan sendirinya tiap 2 atau 4 tahun. Saingan ribuan tidak jadi masalah. Ada yang tiga kali gagal, tidak juga patah semangat. Honor sebagai Sukarelawan sudah tahunan sebesar Rp 500 ribu/bulan, dengan ikhlas dijalaninya.

Nasib kaum honorer (Source: Tribunnews.com)
Nasib kaum honorer (Source: Tribunnews.com)

Barangkali memang demikianlah fenomena hidup ini. Ada banyak pilihan yang tidak mungkin kita raup semua dalam waktu yang sama. Kita tidak mungkin mendapatkan pekerjaan sesuai dengan selera kita yang sempurna. Misalnya: gaji besar, dekat rumah, bersama keluarga, masuk pagi terus, weekend libur dan kerjaan ringan. Selalu harus ada yang kita korbankan dari setiap pilihan. Karenanya kita harus siap dengan segala konsekuensinya.

Mungkin saja kita bisa raih semua, tetapi jangan lupa, ada factor X, atau keberuntungan. Misalnya masalah priviledge. Kita bisa jadi sangat beruntung mendapatkan pekerjaan yang sempurna karena orangtua kita orang berada, punya kedudukan, jabatan dan banyak kenalan. Bila kondisinya seperti ini, kita otomatis tidak perlu repot mencari pekerjaan, apalagi harus ke luar pulau apalagi ke luar negeri. Jumlah orang yang seperti Anies Baswedan dan Sandiaga Uno ini sangat sedikit. Kebanyakan kita tidak dalam posisi beruntung dalam hidup. Sehingga perlu perjuangan berat dari bawah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun