Oleh karena itu, mengubah cara pandang itu perlu. Orangtua, guru dan masyarakat secara umum perlu paham tentang konsep ini. Bila perlu dibuat oleh Pemerintah poster besar-besaran di sejumlah tempat.
Masalahnya, pemasangan poster-poster seperti ini, terkesan 'mematikan'obyek wisata yang ada. Sekarang, semunya kita kembalikan kepada masyarakat. Mau tetap melakukan wisata dengan segala risikonya, atau menahan diri untuk sementara, karena alasan kesehatan.
Ancaman Bangkrut Wisata
Setelah lima bulan berakhir, kini sejumlah tempat wisata di Malang mulai dibuka dengan berbagai iklan menarik di jalan-jalan utama. Iklan-iklan ini mengedepankan protocol kesehatan sebagai daya tariknya. Setengah percaya setengah tidak. Bagaimana mungkin tempat wisata dengan menggunakan protocol kesehatan ini?
Pernah saya baca, syarat yang harus dipenuhi di antaranya: menyediakan tempat cuci tangan dalam skala besar, fasilitas pemeriksaan suhu tubuh, tersedianya masker, tersedianya klinik apabila terjadi hal-hal emergency serta tentu saja pelatihan sumber daya manusia (SDM). Yang tidak kalah pentingnya, batasan hanya 50% pengunjung. Semua sarana dan prasarana ini berdampak pada dana yang besar.
Oleh karenanya, ketika Walikota Batu, Dewanti Rumpuko mengumumkan dibukanya 10 tempat wisata di pusat wisata terkenal di Jawa Timur awal bulan Juli lalu, tidak serta merta disambut gembira oleh baik pengusaha tempat-tempat wisata maupun masyarakat.
Dalam skala besar, meski saya sebagai orang awam dalam pengelolaan bisnis wisata, bisa membayangkan bagaimana sulitnya manajemen tempat wisata dalam menutupi biaya operasional tempat wisata ini. Gaji karyawan, pengeluaran biaya maintenance, makanan binatang, bayar listrik air serta pajak. Akan sangat terasa bila selama 5 bulan bisnis mereka tidak jalan. Â
Risk Management
Ancaman bangkrutnya sejumlah tempat wisata di antaranya adalah karena tidak adanya Risk Management (Manajamen Risiko). Selama dihantam Corona 4 bulan pertama, lebih dari 2000 hotel tutup. Jika dirata-rata 100 orang per hotel, kurang lebih 200.000 karyawan yang harus dirumahkan dengan sejumlah pensangon. Itu masih soal gaji dan pesangon karyawan.
Hotel dan tempat wisata semula tidak pernah meramalkan terjadinya bencana sejenis Corona ini. Sehingga Corona benar-benar merupakan bencana yang tidak pernah diduga.Â
Datangnya Corona yang tiba-tiba ini membuat hancurnya perhitungan anggaran internal. Itulah yang membuat tutupnya hotel dan tempat wisata di ribuan tempat wisata di Indonesia.